Category Archives: Berita Terkini

Buletin Nagari

Datuk Malekewi

Pada tanggal 28 November telah dilangsungkan Acara Bakampuangan Ketek di Rumah Gadang Kaum Datuk Malekewi Suku Guci-Piliang Kanagarian Kotogadang jo Sudisiasek e Aditiawarman Bagindo Malekewi tanggal 1 Desember 2013 di Balai Adat Kanagarian Kotogadang.

Foto diatas diambil pada saat penyerahan SK Ninik Mamak Panghulu Nan XXIV tanggal 1 Desember 2013 di Balai Adat Kanagarian Kotogadang yang berisikan persetujuan untuk e. Aditiawarman Bagindo Malekewi manyaruangkan baju kebasaran Datuak Malekewi dari Pasukuan Guci-Piliang Kanagarian Kotogadang.

Insya Allah Acara Bakampuangan Gadang jo Alek Nagari akan dilaksanakan pada tanggal 20 dan 22 Juni 2014 di Rumah Gadang Kaum Datuk Malekewi Suku Guci-Piliang Kanagarian Kotogadang.

Penulis : Mastrialdi (Dedi) Sutan Maruhun diAtjeh

Ramainya Kotogadang….

Dipenghujung tahun 2013 ini, Kita semua yang pulang kampung, dapat merasakan betapa bergairahnya kehidupan di Kotogadang, khususnya pada saat agenda besar Nagari yaitu kegiatan Batagak Panghulu dimana rangkaian kegiatan di Kotogadang mulai tanggal 28 November sampai tanggal 3 Desember 2013.  Tak terasa betapa ramainya kehidupan saat itu, mengingatkan penulis pada tahun-tahun 1980-an setiap acara Manutuik Rayo di Kotogadang.

Betapa tidak, keramaian di Kotogadang ini karena pada pekan yang sama, diadakan 2(dua) acara Bakampuangan Gadang jo Alek Nagari, 1(satu) acara Bakampuangan Ketek jo Sudisiasek dan 1(satu) acara Bakambang Bidai.

Seluruh rangkaian kegiatan ini dimulai dengan acara Bakampuangan Ketek Batagak Panghulu Datuk Malekewi pada hari Kamis tanggal 28 November 2013, dilanjutkan dengan Acara Bakampuangan Gadang Batagak Panghulu b.e B R A Datuk Rangkayo Basa pada hari Jum’at tanggal 29 November 2013.

Keesokkan harinya Sabtu tanggal 30 November 2013 diadakan Acara Bakampuangan Gadang Batagak Panghulu b.e R I Datuk Tan Mangedan. Pada hari minggu tanggal 1 Desember 2013 diadakan sekaligus 2(dua) acara, pada pagi hari diadakan Acara Bakambang Bidai Datuk Sari Dirajo dengan menunjuk e. Hanrozan Haznam sebagai pengganti b.e C D Datuk Sari Dirajo yang wafat pada tanggal 15 November 2013 di Jakarta dan dilanjutkan dengan Acara Alek Nagari b.e B R A Datuk Rangkayo Basa pada siang harinya. Pada hari senin tanggal 2 Desember 2013 diadakan Acara Sudisiasek e Aditiawarman Bagindo Malekewi sebagai Calon Datuk Malekewi di Balai Adat Kanagarian Kotogadang. Barulah pada tanggal 3 Desember 2013, rangkaian panjang acara Batagak Penghulu di Kotogadang ditutup dengan Acara Alek Nagari b.e R I Datuk Tan Mangedan.

Datuk Rangkayo Basa-0

Dt Tan Magedan-0

 

Penulis : Mastrialdi (Dedi) Sutan Maruhun Diatjeh

Salam dari Urang Dapua….

Ass Wr Wb para dunsanak sekalain,

Pada kesempatan ini perkenankan Kami untuk menyampaikan kaba tentang perubahan dari web site kita ini. Kami berusaha menampilkan pembaharuan dan penyegaran terhadap layout maupun isi dari pada web site ini.

Perlu Kami sampaikan bahwa website Kotogadang ini sekarang bisa diakses oleh umum maupun diakses oleh member. Adapun perbedaannya adalah, pada akses member terdapat informasi-informasi yang hanya bisa dilihat oleh member dan tidak bisa dilihat oleh umum. Demikian juga hanya member yang dapat melakukan posting berita ke redaksi website ini untuk selanjutnya di approve, di edit atau di tolak untuk ditampilkan di halaman website ini.  Redaksi juga akan menentukan apakah berita yang dikirimkan tersebut cukup menjadi konsumsi member atau konsumsi umum.

Adapun untuk dunsanak yang akan menjadi member, bisa me-klik icon “Pendaftaran” di bagian atas atau icon “Register” yang terdapat di bagian kotak log in. Harap mengisi seluruh item yang disiapkan dalam form pendaftaran tersebut agar memudahkan redaksi melakukan proses approval.

Untuk selanjutnya, Kami dari redaksi website Kotogadang-pusako ini mengharapkan masukkan dan kritikan dari para dunsanak semua dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan website ini.

Kritik dan saran bisa dengan mengisi comment dibawah ini atau mengirimkan email ke mastrialdi@gmail.com dengan menyebutkan subject “Website Kotogadang-pusako”.

Dengan segala kerendahan hati, kami redaksi website Kotogadang-pusako ini memohon maaf yang sebesar-besarnya kalau dalam penyajian masih terdapat hal-hal yang kurang berkenan di hati dunsanak sekalian.

Wassalam,

Mastrialdi (Dedi) Sutan Maruhun Diatjeh

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA

BERITA GEMPABUMI
No. : 93 /NSC/III /2007

1. Telah terjadi GEMPABUMI TEKTONIK
Pada hari : Selasa, 6 Maret 2007
Waktu gempa : 12:49:29 WIB
Pusat gempa : 0.47 LS – 100.49 BT
Kedalaman : 23 Km
Kekuatan : 5.8 Skala Richter
Keterangan : Pusat gempa berada di darat 11 km BaratDaya Batu Sangkar – Sumatera Barat

Dirasakan disekitar:

Padang : III – IV MMI
Pekan Baru : II – III MMI
Medan : I – II MMI
*MMI= Modified Mercally Intensity
2. Demikian Berita Gempabumi yang dapat kami sampaikan untuk dipergunakan
sebagaimana mestinya

Jakarta, 6 Maret 2007
BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
Ka. HUMAS
Ttd

EDISON GURNING

Ciri yang Melekat dalam Pemerintahan Nagari

Oleh Irman.

Demokrasi telah tumbuh sejak lama di ranah Minang, sebagaimana dalam sistem adat dan sistem pemerintahan Nagari yang demokratis dengan prinsip Tungku Tigo Sajarangan.

Di sini terbukti memberikan konfirmasi bahwa demokrasi sudah berkembang di tengah-tengah masyarakat Minangkabau di Sumbar. Dengan demikian sebetulnya perpaduan dalam unsur-unsur penting peraturan adat dan peraturan negara (peraturan perundang-undangan pemerintah) serta norma agama yang berjalan, sudah seharusnya dapat berjalan secara selaras, kompatibel atau dalam pepatah Minang disebut sebagai Tigo Tali Sapilin.

Kembali ke sistem Pemerintahan Nagari, bukan berarti kembali menyelenggarakan Pemerintahan Nagari seperti tempo doeloe, tetapi jiwanya menganut sistem pola penyelenggaraan demokratis yang diterima secara turun temurun oleh masyarakat Sumbar. Pola dimaksud selaras dengan sosial dan budaya masyarakat yang ditata denga manajemen strategi kekinian, sehingga dengan kembali ke sistem Pemerintahan Nagari dapat membawa efek penemu kenalan kembali (recreating) dari pencerahan masyarakat tentang pentingnya pembangunan dari dan oleh masyarakat Nagari secara demokratis. Konkretnya masyarakat perlu dilibatkan sebagai perancang pembangunan (planner) dan pelaksana pembangunan (implementator).

Pada saat ini, jumlah pemerintahan Nagari di Sumbar meliputi 583 nagari. Apa yang penting sebagai ciri yang melekat dalam pemerintahan nagari tersebut ingin saya angkat, yaitu: Pertama, ciri identitas.

Nagari telah menjadi simbol dan perwujudan berbagai tatanan serta sistem sosial, politik, ekonomi dan budaya orang Minangkabau. Terbentuknya sebuah Nagari harus mengacu pada UU Pembentukan Nagari, bukan undang-undang dalam pengertian Ilmu Tata Negara. Tujuan yang ingin dicapai dengan UU Pembentukan Nagari adalah supaya ada kesamaan persepsi tentang Nagari di ketiga Luhak Minangkabau. Syarat berdirinya suatu Nagari meliputi: Nagari ba-ampek suku, Dalam suku babuah paruik, Kampuang nan ba Tuo, Rumah nan Batungganai.

Dengan persyaratan yang demikian, akhirnya Nagari merupakan satu-kesatuan masyarakat hukum adat yang terdiri dari himpunan beberapa suku yang mempunyai wilayah tertentu dilengkapi dengan berbagai institusi berikut dengan berbagai tugas dan fungsinya masing-masing.

Kedua, ciri tanah sebagai simbol kekuasaan. Sebagai sebuah kawasan, Nagari erat kaitannya Tanah. Oleh karena itu eksistensi dan prestise sosial anak Nagari sangat erat kaitannya dengan tanah. Tanah adalah simbol dari eksistensi sosial dan keanggotaannya dalam komunitas Nagari. Memiliki tanah berarti menjadi anggota komunitas Nagari. Di Minangkabau. orang yang tidak memiliki tanah dapat dikategorikan sebagai orang yang bukan asli di Nagari yang bersangkutan.

Masyarakat Minangkabau adalah sebagai masyarakat komunal dan bukan bersifat individual, maka menurut hukum adat, tanah ulayat adalah kepunyaan bersama bukan kepunyaan pribadi yang disebut dengan hak ulayat masyarakat hukum adat.

Hak Ulayat, adalah hak penguasaan yang tertinggi atas tanah atas tanah dalam hukum adat, yang meliputi semua tanah yang termasuk dalam lingkungan wilayah suatu masyarakat hukum adat tertentu, yang merupakan tanah kepunyaan bersama para warganya. Hak ulayat mengandung dua unsur masing-masing bersifat perdata, berupa kepunyaan bersama para Anak Nagari yang dipercayai berasal mula-mula sebagai peninggalan nenek-moyang mereka dan merupakan karunia Allah SWT sebagai pendukung utama kehidupan dan penghidupan serta lingkungan hidup (lebensraum) seluruh warga masyarakat hukum adat.

Sebagai sarana pendukung utama kehidupan dan penghidupan para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, tanah ulayat bersama tersebut perlu dikelola dan diatur peruntukan, penguasaan dan penggunaannya, maka kewenangan pelaksanaannya sehari-hari dilimpahkan dan ditugaskan kepada ketua adat dan para tetua adatnya.

Pelimpahan ini dalam hak ulayat berwujud seperangkat tugas dan kewenangan tertentu, baik dalam hubungan intern dengan para warganya sendiri maupun ekstern dengan orang-orang bukan warga, yang disebut “orang luar”. Inilah yang merupakan unsur kedua hak ulayat yang terletak di bidang hukum publik.

Jenis jenis tanah ulayat dalam masyarakat hukum adat di Sumbar dikenal dengan sebutan ulayat kaum, ulayat suku, dan ulayat Nagari. Tanah ulayat sebagai kepunyaan bersama adalah harta tanah yang diwarisi secara turun-temurun dari Ninik Moyang dalam keadaan utuh dan diwariskan kepada generasi berikutnya dalam keadaan utuh. Karena dimiliki secara bersama, maka tanah ulayat tidak boleh dipindahtangankan kepada pihak lain, tidak boleh dijual dan tidak boleh digadaikan, tanah itupun tidak bisa diberikan secara cuma-cuma.

Tanah ulayat tidak boleh dipindahtangankan kepada pihak lain karena tanah ulayat bukan saja milik generasi yang sekarang tetapi juga hak generasi yang akan datang, yaitu generasi yang belum lahir, perbuatan menjual, menggadaikan atau perbuatan hukum lainnya yang maksudnya adalah untuk memindahtangankan tanah ulayat kepada pihak lain berarti menghabiskan hak generasi yang akan datang. Dalam perspektif adat Minangkabau, tanah ulayat, termasuk pusako tinggi yang tidak dapat diperjual-belikan berlaku ungkapan “dijua indak dimakan bali, digadai indak dimakan patuik”. Kecuali untuk hal-hal: Rumah gadang katirisan/Gadih gadang indak balaki/Mayiek tabujua di tangah rumah/Adaik jo pusako indak tagak.

Ketiga, ciri budaya. Pemahaman harta kekayaan Nagari bagi masyarakat Minangkabau (Sumbar) mempunyai pengertian yang luas, karena kekayaan Nagari tidak saja berarti kekayaan berupa fisik tetapi juga non fisik, seperti permainan anak Nagari, kesenian anak Nagari bahkan perantau pun merupakan sumber kekayaan bagi Nagari yang bersangkutan. Harta kekayaan Nagari secara makro lebih disikapi sebagai harta yang dapat dijadikan sebagai sumber peningkatan keuangan Nagari dan kesejahteraan anak Nagari. Pengertian yang terkandung dalam hal ini adalah: pertama harta kekayaan Nagari dimaksud merupakan harta yang fungsi dan pemanfaatannya diarahkan oleh Pemerintahan Nagari; kedua, harta kekayaan Nagari yang dikuasai dan dimanfaatkan secara kolektif oleh fungsional adat. Bila lebih dicermati tentang harta kekayaan Nagari ini lebih didominasi pada harta kekayaan kolektif kaum atau suku, sedangkan bagian yang dikuasai oleh Nagari adalah bagian-bagian untuk kepentingan umum yang diterima secara turun temurun, hibah ataupun dalam bentuk lainnya yang dikelola dan dimanfaatkan oleh anak Nagari.

Apa yang penting dari ciri-ciri yang diangkat itu, yakni sebagai potensi ketika Pemerintahan Nagari dhadapkan pada berbagai persoalan di tengah-tengah masyarakat yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat di Sumatera Barat. Ciri-ciri dimaksud menjadi sangat penting sebagai acuan berupa potensi untuk pengembangan, tetapi juga sekaligus merupakan rambu-rambu yang dapat menuntun pada pemecahan masalah. Pada konteks kertas kerja ini persoalan yang akan kita coba bahas ialah menyangkut peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Pemerintahan Nagari.***

Sumber : Padang Ekspres

Menuju Pelestarian Kawasan Pusaka Nagari Kotogadang

1. Pelestarian Kawasan Pusaka

Pengertian pelestarian atau konservasi, dari kata conservation, sebagai suatu upaya untuk mempertahankan tetapi sekaligus dapat menerima adanya perubahan. Pelestarian adalah upaya untuk menjaga kesinambungan yang menerima perubahan dan/atau pembangunan. Hal ini bertujuan untuk tetap memelihara identitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik. Perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan yang terjadi secara drastis, namun perubahan secara alami dan terseleksi. Kegiatan pelestarian ini bisa berbentuk pembangunan atau pengembangan dan melakukan upaya preservasi, restorasi, replikasi, rekonstruksi, revitalisasi, dan/atau penggunaan untuk fungsi baru suatu aset masa lalu. Dan perlu ditekankan bahwa pelestarian merupakan pula upaya mengelola perubahan, untuk kemudian menciptakan pusaka masa mendatang.

2. Pelestarian Kawasan Pusaka sebagai Total System of Heritage Conservation

Ketika dunia dilanda indoktrinasi tentang Pembangunan Berkelanjutan, kita di Indonesia sepertinya tidak punya pilihan dan nyaris tidak punya kontribusi apa-apa bagi pengembangan konsep yang lebih bercirikan lokal. Pada hal, manusia di Nusantara merupakan mahkluk yang dibesarkan oleh alam. Di Minangkabau, pembangunan berkelanjutan telah mendarah daging dalam pandangan hidup Alam Takambang Dijadikan Guru.

Pembangunan yang berorientasi kepada fisik saja, digarap secara sektoral, diputuskan secara topdown, dan melihat lingkungan sebagai variabel saja, mengakibatkan keharmonisan manusia dan lingkungan menjadi kehilangan keseimbangan, yang dengan mudah dapat dilihat dan ditanggungkan oleh kita semua sekarang ini. Kerusakan dan pencemaran lingkungan, hilangnya budaya tempatan dan hanyut dengan rayuan globalisasi, degradasi moral dan budaya, dan banyak lagi akibat yang tak tertanggungkan, mengakibatkan kita tidak lagi nyaman dan merdeka hidup di tanah leluhur sendiri. Kampung-kampung dan nagari-nagari kita tidak lagi menjadi sumber kemakmuran bagi masyarakatnya. Bahkan kita mudah melihat kantong-kantong kemiskinan dan kehidupan yang tidak bergairan dan tidak bermotivasi, dan lengang dari penduduk usia produktif. Sepertinya kita tidak punya rencana apa-apa untuk merespon kondisi yang memprihatinkan ini. Kalau adapun niat dan gagasan, tidak jarang hanya menjadi kebutuhan seremonial dan akhirnya hanya akan menjadi mimpi belaka.

Konsep pelestarian kawasan pusaka adalah sebuah gagasan yang baru tumbuh dan berkembang atas pengamatan dan pembelajaran dari berbagai tempat, yang kemudian disesuaikan dengan keberagaman dan potensi masyarakat tempatan di Indonesia. Konsep ini memandang perlunya sebuah kegiatan yang menyeluruh dari bentuk pelestarian atau sebuah total sistem pelestarian pusaka. Sehingga alam merupakan variabel utama pembangunan, yang tidak terpisahkan dari kegiatan berbudaya, dan bahkan cenderung melihat secara bersamaan atau yang disebut sebagai pusaka gabungan alam dan budaya yaitu pusaka saujana atau cultural lanscape.

3. Mengapa dan Apa Gunanya Menjadi Kawasan Pusaka

Mengapa pelestarian kawasan pusaka harus dilakukan ? Beberapa jawaban di bawah ini setidaknya dapat memberikan gambaran, sebagai berikut:

    • Sebagai sebuah bentuk kesepakatan bersama anak nagari, tentang mau di apakan dan di bawa kemana nagari ini.
    • Sebagai sebuah dasar pijak atau acuan bagi pembangunan di segala bidang atau penataan komprehensif multi sektoral pembangunan di Nagari
    • Sebagai sebuah strategi untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan pusaka yang telah ada.
    • Sebagai sebuah pilihan utama anak nagari untuk dalam merespon dan menolak tawaran program pembangunan dari luar.

Apa gunanya:

    • Menggugah kesadaran anak nagari akan kekayaan pusaka yang mereka miliki.
    • Menggali potensi dan kekayaan pusaka nagari.
    • Membuat anak nagari menjadi mandiri dan kreatif serta menjadi pusat orientasi pembangunan.
    • Mendapatkan sistem pengelolaan pembangunan yang berkelanjutan dan berkesinambungan, serta menyeluruh.
    • Meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat melalui usaha-usaha peningkatan ekonomi.
    • Menciptakan sebuah simpul dari jaringan multi sektoral dan multi disiplin ilmu ditingkat lokal, nasional dan internasional.

4. Potensi dan Kendala Pusaka di Kotogadang

Nagari Kotogadang merupakan sebuah permukiman yang dibentuk oleh potensi dan keterbatasan daya dukung lahan. Dari nagari ini kita bisa belajar bagaimana potensi lahan di siasati dan kemudian membentuk sebuah wadah yang nyaman untuk ditinggali. Susunan pohon bambu melingkupi kawasan permukiman sebagai perlindungan dari angin dan perkuatan daerah tebing. Sawah berkembang di daerah tangkapan air, dan tanaman keras dibudidayakan di kawasan yang lebih tinggi. Kita selalu bertanya-tanya, mengapa pemandangan ke arah Gunung Singgalang dari arah jalan utama dapat dinikmati dengan baik. Apakah ini suatu kebetulan atau memang strategi konservasi kawasan produktif. Semua itu merupakan cerminan dari berguru kepada alam.

Bentuk dan ruang yang tercipta dari tatanan massa dan bentuk bangunan, memberikan atmosfir dan daya visual yang memikat. Bentuk limas atap bangunan yang lancip dan menjulang dengan badan bangunan warna terang dan masif, kontras seting lingkungan yang dominan horizontal, membuat paduan pusaka budaya dan alam ini sangat harmonis. Suasana nyaman didukung oleh keserasian bangunan akibat adanya karakter bangunan yang khas pada kawasan ini. Ruang-ruang antar bangunan mengalir dengan baik dan menciptakan ruang publik yang nyaman bebas dari kesan individual.

Kalau berjalan kaki menelusuri ruang-ruang antara bangunan itu, akan ditangkap vista yang mengalir serta ruang-ruang yang sering mempunyai kejutan, sehingga pengamat akan disuguhkan pengalaman ruang yang kaya. Pengalaman yang kaya itu dilengkapi pula oleh udara yang segar, suhu yang nyaman, serta pemandangan alam yang indah. Komposisi kekayaan pusaka ini merupakan paduan yang ideal apabila dilengkapi oleh aktivitas anak nagari yang dapat memberikan dinamika khas sebuah kawasan pusaka.

Pengalaman ruang akan diperkaya lagi, jika kita melihat lebih detil setiap bangunan yang ada. Diperkirakan Koto Gadang merupakan kompleks perumahan modern pertama yang dibangun di awal abad ke-20, yang jarang kita temui di negeri lain di Minangkabau, setidaknya dilihat dari sifatnya yang kolosal dan melingkupi lahan yang cukup luas. Keunikan ini tidak saja dilihat dari adukkan detil bangunan yang ada, pemakaian material serta memakai teknologi yang sangat maju pada saat itu. Demikian pula jika lihat dari furniture serta kelengkapan rumah yang terkesan mempunyai nilai cita rasa yang tidak rendah. Mungkin tidak ada bangunan yang benar-benar mirip, namun pengetahuan umum pada saat itu sudah mampu menciptakan tatanan lingkungan binaan yang harmonis satu sama lain.

Belum diketahui secara pasti sejak kapan proses degradasi lingkungan mulai terjadi. Dan apakah ini juga bersamaan terjadi dengan maraknya tradisi merantau, yang sulit dibedakan dengan keinginan mencari peruntungan di tanah seberang yang lebih menjanjikan. Atau apakah pada saat itu, nagari yang indah permai ini mulai tidak lagi menjanjikan kemakmuran.

Data sementara mengatakan bahwa tidak lebih dari 20% anak nagari yang tinggal di Koto Gadang. Data ini menguatkan bahwa penduduk usia produktif sangat sedikit. Kondisi ini mengimplikasikan tingkat produktivitas yang rendah di nagari, potensi nagari tidak tergarap dengan baik. Ini berlanjut dengan mulai terjadinya degradasi lingkungan dan nilai-nilai luhur yang pernah ada, yang disebabkan oleh nyaris berhentinya apresisasi budaya di kawasan ini.

Secara fisik degradasi lingkungan dapat terlihat dengan terjadinya sub-divisi bangunan, pembangunan pagar dan privatisasi lahan komunal, kapling lahan yang semakin kecil, perawatan rumah yang rendah, serta pertemuan bangunan lama dan baru kurang baik. Pada lingkungan alami terjadi kecenderungan berkurangnya daerah resapan air, konversi lahan pertanian, meningkatnya kepadatan bangunan, penebangan liar pohon, hasil pertanian yang menurun serta peningkatan pemakaian pestisida. Salah satu masalah utama adalah semakin berkurangnya suplai sumber air bersih akibat berkurangnya sumber dan tingkat pemakaian yang semakin tinggi.

5. Kawasan Pusaka: Merajut ‚Sejarah’ Masa Depan

Dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa sebenarnya pengelolaan pelestarian kawasan pusaka adalah menimbang masa lalu dan merajut masa depan. Dua perkerjaan yang harus dilakukan sekaligus. Tidak mudah mencapai tujuan yang kadang kontradiktif sekaligus paradoks, namun mau tidak mau, suka atau tidak suka, anak nagari harus melakukan sesuatu agar nagari tidak terus mengalami degradasi lingkungan. Sementara itu, ancaman dan peluang dari kawasan di sekitarnya terus meningkat dan pilihan-pilihan pembangunan selalu datang dengan cepat tanpa sempat di respon dengan baik. Alangkah memprihatikannya apabila pilihan-pilihan tersebut tidak datang dari anak nagari, tetapi diputuskan oleh orang lain.

Wass.

DEK SUNGSANG BIN MANYAMPILANG

oleh : Luthy. Ada gempa mahadahsyat di Aceh. Masjid utuh tapi banyak rumah yang runtuh.

Sedangkan kejadian gempa di Sumatera Barat, rumah utuh tapi masjid banyak yang rubuh.

Satu di antaranya, Masjid Tapi di Kotogadang.

MAKA bertanyalah orang kepada Engku Labai tentang makna musibah ini.

Sang Labai menjawab dengan pertanyaan pula: “Lai juo rumah Allah di kampuang angku tu?”

“Lai,” jawab si penanya.

Labai kemudian bertanya lagi : “Yo bana lai?”

“Lai, Mak Labai. Musajik tu tonggak no ampek, gadang bana. Mimbar no model saisuak pulo…”

Mak Labai tercenung sejenak, lalu berkata:”Mantun ko, sanak. Nan ambo mukasuik

lai bapakai musajik tu sasuai jo ajaran nabi kito?”

“Tantu lai, angku Labai.” “Tapi tampak diambo, tibo ukatu shalat kadang-kadang nan jadi makmum, labiah

banyak malahan tonggak musajik.” Sebagai umat beragama kita tetap menaruh keyakinan runtuhnya Rumah Allah itu bukan lantaran amarah “Allah Maha Pengasih Mahapenyayang”, tapi merupakan isyarat agar rumahNya itu sudah patut ditata-ulang.
Pertama, karena lokasinya persis di garis patahan gampo.

Kedua, jika kelak dibangun kembali bisa diisi dan difungsikan sesuai dengan ajaran Islam.

Masjid Tapi runtuh digoyang gempa tanggal 6 Maret 2007 jam 10:00. Anak nagari dari rantau berambauan pulang.

Sekitar pertengahan Maret 2007, ada seorang anak nagari yang menjanjikan dana tersedia, lalu minta supaya gambar rancangan masjid segera disiapkan.

Maka 1 April 2007 sah terbentuk Panitia Pembangunan Masjid Tapi dan Rehabilitasi Air Bersih (PPMTRIAB).

Agenda kerja panitia, antara lain menyelesaikan gambar rancangan. Lokasi harus bergeser 20 meter dari tempat semula,berarti lahan perlu diperluas. Panitia menghubungi pemilik tanah yang akan kena lokasi masjid baru.

Awalnya disebutkan gampang, bahkan dibilang tanah itu bakal diwakafkan. Namun ternyata bakatengkong alias ribet.

Sebab, rupanya panitia penghubung cuma sekadar kontak halohalo dan sms.

Tidak langsung ketemu muka dengan pemilik,komunikasi sempat menimbulkan salah paham.

Terutama soal luas tanah yang akan dipakai.Dalam rapat panitia disebutkan perlu 1.500 m2, tapi yang sampai ke telinga pemilik hanya 50 m2. Dan jumlah inilah yang kemudian dicantumkan sebagai wakaf oleh pemilik dalam surat pernyataan tertanggal 6 Juni 2007.
Sementara itu, gambar rancangan rampung medio April 2007, dan di-acc di Jakarta serta Kotogadang,akhir April 2007. Giliran lokasi diukur, hasilnya banyak nan manyampilang alias tak cocok dengan rencana.

Misalnya, semula Surau Baru Inyiak Janus disetujui pemilik untuk dibongkar, ternyata batal.

Tanah persawahan yang tadinya perlu 1.500 m2, jadinya 1.220 m2. Dan pemilik tanah bersedia mewakafkan 350 m2 saja, sedangkan sisanya harus dibayar panitia Rp 74 juta. Itu dilunasi November 2007.

Biaya total pembangunan masjid sekitar Rp 1,8 milyar. Dana dihimpun sejak pertengahan Maret 2007 sampai dengan Juni 2007 berjumlah Rp 450 juta, yang mengalir dari anak nagari,dan sampai dengan Januari 2008 terkumpul sekitar Rp 1 milyar.

Lalu terdengar cerita dari Pemerintah Daerah Sumatera Barat akan menyumbang Rp 300 juta.

Bak kato Nabi, serahkan suatu pekerjaan kepada ahlinya, maka Juni 2007 penanggung jawab teknis sudah menyelesaikan gambar rancangan secara rinci. Ongkos pembuatan gambar itu Rp 45 juta, terbilang murah menurut ukuran biro arsitek.
Tapi sampai kini panitia belum membayarnya, dan Biro Arsitek “Atelier 6” pun belum mendesakkan pembayaran. Satu dari copy gambar rancangan itu diminta oleh ketua panitia, dijojokan katanya ada yang akan menyandang dana penuh. Disebutkan seluruhnya Rp 2,5 milyar.

Untuk pelicin aliran dana itu, katanya lagi, perlu 10% dari jumlah tersebut.

Lalu Rp 250 juta disisihkan ke rekening lain panitia, November 2007. Berjalan sekian bulan,

ternyata sang penyandang dana tak kunjung mencogok. Gambar siap, lahan pun siap, sebagian dana tersedia,maka lapangan pun ditata. Sesuai gambar perlu dibikin turap selingkar lahan, dan harus ditimbun.

Nah, proses pelaksanaannya bakatengkang karena masuk “orang yang bukan ahlinya”, dan mengabaikan samasekali “sang ahli”. Gara-gara cara kerja sungsang ini terjadilah surat berbalas surat, sms berjawab sms.

Suasana kerja panitia pun menjadi tegang tak menentu. Walhasil, PPMTRIAB kemudian diambilalih Ninik Mamak Penghulu Nan 24, pada 5 Februari 2008.

Lalu pengurusnya direshuffle: ketua panitia dan sang ahli dikeluarkan, serta ditetapkan panitia tidak lagi diisi dengan personil yang berstatus pemangku adat.
Alam takambang jadikan guru, kata sebuah petuah terkenal di Minangkabau. Runtuhnya masjid dihoyak gempa di kampung, Subhanallah, sungguh tidak diharapkan berbuntut runtuhnya pula marwah intelektualitas urang Kotogadang yang tersohor.

Mudah-mudahan kejadian ini jangan sampai terdengar oleh jurucatat

Museum Rekor Indonesia (MURI) : ada panitia pembangunan masjid bubar sementara masjidnya belum jadi……

Memahami Hukum Adat Bersendi Syari’at

MEMAHAMI ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH
DALAM RENTANGAN SEJARAH MASA DOELOE DAN SEKARANG
DINAMIKA PERILAKU GENERASI MUDA MINANGKABAU

Oleh :H. Mas’oed Abidin

MUKADDIMAH

Membina perilaku beradat di dunia Melayu, khususnya Minangkabau sudah menjadi kerja utama sepanjang masa. Dalam rentang sejarah yang panjang sudah tampak penyiapan sarana surau dan lembaga pendidikan anak negeri di dalam kaum, dusun, taratak dan nagari. Masyarakat Melayu dan Minang hidup dalam syariat agama Islam. Membangun tatanan kekerabatan adat resam, dengan Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Pepatah adat menyebutkan,

Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek,
Kok hilang raso jo malu, bak kayu lungga pangabek,

Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka Pakan Baso,
Malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso.

Alangkah indahnya satu masyarakat yang memiliki adapt resam yang kokoh dan agama (syarak) yang kuat. Tidak bertentangan satu dan lainnya. Malahan yang satu bersendikan yang lainnya.

Dalam hidup mengamalkan “kok gadang indak malendo, kok cadiek indak manjua, tibo di kaba baik baimbauan, tibo di kaba buruak ba hambauan” .

Alangkah indahnya masyarakat yang hidup dalam rahmat kekeluargaan dan kekerabatan, dengan benteng aqidah yang kuat. Berusaha baik di dunia fana dan membawa amal shaleh kealam baqa.

Labuah nan ramai terbentang panjang. Tepian mandi terberai (terserak dan terdapat) di mana-mana.
Gelanggang muda-mudi tempat sang juara yang punya keahlian berlomba prestasi, menguji ketangkasan secara sportif, berdasar pada adat main “kalah menang” (rules of game).
Masyarakatnya hidup aman dan makmur, dengan anugerah alam dan minat seni yang indah. Begitu salah satu bentuk masyarakat beradat masa doeloe.

“Rumah gadang basandi batu, atok ijuak dindiang ba ukie, cando bintangnyo bakilatan, tunggak gaharu lantai candano, taralinyo gadiang balariak, bubungan burak katabang, paran gambaran ula ngiang, bagaluik rupo ukie Cino, batatah dengan aie ameh, salo manyalo aie perak, tuturan kuro bajuntai, anjuang batingkek ba alun-alun, paranginan puti di sinan. ….

Artinya,Rumah gedang bersandi batu, atap ijuk dinding berukir, bagai bintang berkilauan. Tunggak gaharu lantai Cendana, teralinya gading berlarik, bubungan atap burak kan terbang, paran gambaran ular Ngiang, bergelut rupa ukiran Cina, bertatah dengan air emas, sela menyela air perak, tuturan atap kura berjuntai, anjungan bertingkat alun beralun, peranginan puan putrid di sanan….. Seni rancang yang elok.

Lumbuang baririk di halaman, rangkiang tujuah sa jaja, sabuah si Bayau-bayau, panenggang anak dagang lalu, sabuah si Tinjau Lauik, panengggang anak korong kampuang, birawari lumbuang nan banyak, makanan anak kamanakan”.
~ Lumbung berleret di halaman,Rangkiang tujuh sejajar, sebuah si Bayau-bayau, penenggang anak dagang lalu, sebauh lagi Si Tinjau laut, penenggang anak korong kampong, birawati lumbung nan banyak, makanan anak kemenakan”….
Tanda kemakmuran tumbuh menjadi.

Artinya, ada perpaduan ilmu rancang, seni ukir, budaya, material, mutu, kemakmuran dan keyakinan agama. Menjadi dasar rancang bangun berkualitas. Punya asas social, cita-cita keperibadian. Masyarakat tumbuh dengan idea ekonomi yang tidak mementingkan nafsi-nafsi, tapi memperhatikan pula musafir, anak dagang lalu.

Dan perilaku anak kemenakan di korong kampung, “nan elok di pakai, nan buruak di buang, usang-usang di pabaharui, lapuak-lapuak di kajangi” , maknanya sangat selektif dan moderat. Yang baik di pakai, yang buruk di buang jauh, yang usang diperbaharui.

Nilai-nilai budaya ini mesti ditanamkan kembali dalam satu gerakan besar re-planting values yang menjadikan jiwa maju dengan akal fakir sehat dan ruh hidup dengan hati dan emosi terkendali pada raso jo pareso.

مَا كَانَ الرِّفْقُ فيِ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

Lemah lembut dalam sesuatu (urusan) menyebabkan indahnya dan kalau dia dicabut dari sesuatu, niscaya akan memburukkannya. (Diriwayatkan oleh Dhia dari Anas)

Nilai budaya luhur ini mesti di turunkan (transformasi) kedalam kehidupan nyata jadi pengamalan keseharian generasi dunia Melayu dan Minangkabau. Kitabullah yakni Alquran “mengeluarkan manusia dari sisi gelap kealam terang cahaya (nur)” dengan aqidah tauhid.

Di dalam masyarakat Melayu dan Minangkabau hidup menjadi beradab (madani) dengan spirit KEBERSAMAAN (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi), sesuai pepatah “Anggang jo kekek cari makan, Tabang ka pantai kaduo nyo, Panjang jo singkek pa uleh kan, mako nyo sampai nan di cito” ….,

Diperkuat dengan KETERPADUAN (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang), dan “Adat hiduik tolong manolong, Adat mati janguak man janguak, Adat isi bari mam-bari, Adat tidak salang ma-nyalang” …,

Menjaga tangga MUSYAWARAH (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakat), dalam kerangka “Senteng ba-bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-anjak, Barubah ba-sapo” ….,

Menjadi pengikat spirit adalah SIKAP CINTA AKAN NEGERI, di rekat oleh pengalaman sejarah , melahirkan pemikiran konstruktif (amar makruf) dan meninggalkan pemikiran destruktif (nahyun ‘anil munkar) melalui pembentukan tata cara hidup yang diajarkan syarak (agama Islam), yakni mandiri dengan self help, membantu dengan ikhlas karena Allah SWT (selfless help), dan saling bekerjasama membantu satu sama lain (mutual help)….,

Menjadi alas dasar membentuk masyarakat MADANI YANG MANDIRI dalam bimbingan AGAMA ISLAM (syarak).

Tanggung jawab masyarakat adat menjaga ketaatan memelihara keteraturan sebagai ciri utama masyarakat bersyukur, menurut aturan dan undang-undang.

“Nan babarih babalabeh, nan ba-ukua nan ba jangko,
Mamahek manuju barih, Tantang bana lubang katabuak.
Tantang rasuak manjariau, Tantang lahe latak atok,
Manabang manuju pangka, Malantiang manuju tangkai,
Tantang bana buah ka rareh. Kok manggayuang iyo bana putuih,
Kok ma-umban iyo bana rareh.”

Artinya, sudah menurut baris dan belebas, menurut aturan yang berlaku, yang berukur berjangka, memahat menuju baris, setentang rasuak menjeriau, setentang lahe letak atap, menebang menuju pangkal, melanting menuju tangkai, bila mencencang benar-benar putus, bila mengumban benar jatuh. Setiap pekerjaan mesti sesuai dengan aturan dan tidak boleh ada bengkalai.

Dengan mendalami ilmu, lahirlah rasa takwa kepada Allah dan menjauhi rasa takabbur, kufur dan bangga diri dengan merendahkan orang lain. Yang merasakan lazatnya iman adalah orang yang redha terhadap Allah sebagai Tuhannya, dan redha terhadap Islam sebagai agamanya dan redha terhadap Muhammad sebagai Rasul.

MENYIKAPI PERUBAHAN ZAMAN

Perubahan zaman hanya satu keniscayaan belaka. “inna al-zamaan qad istadara“. Zaman senantiasa berubah, musim selalu berganti. Perubahan dalam arus kesejagatan, tidak dapat dibendung membawa riak infiltrasi kebudayaan luar yang dapat mengguyahkan pagar-pagar budaya anak nagari, yang kurang kuat tertanam pada akar nilai-nilai adat leluhurnya.
Ada gejala memisah hidup serba kebendaan dengan hari esok – kehidupan akhirat –.

Padahal, keyakinan pada hari akhir menjadi penguat pagar norma adat di dunia Melayu dan Minangkabau. Seperti tertera dalam fatwa adat,

“ingek-ingek nan ka pai, agak-agak nan ka tingga, ingek sabalun kanai, kulimek sabalun abih, dari awa akie mambayang” .

Akibat nyata dari hilangnya kepercayaan kepada hari esok itu, berkecambah pula paham sekularistik yang menjadikan rapuhnya olah rasa anak nagari. Pergeseran ini berdampak kepada perkembangan norma dan adat istiadat di nagari. Perilaku berebut prestise berbalut materi lebih diminati daripada menampilkan prestasi yang dinikmati orang banyak.

Akibat lebih jauh idealisme kebudayaan Minangkabau menjadi sasaran cercaan. Nilai-nilai kebersamaan (kolektifiteit) menjadi sangat tipis. Kekerabatan dalam budaya dan adat Minangkabau dirasakan mulai terancam.

إِذَا أَرَادَ اللهُ إِنْفَاذَ قَضَائِهِ وَ قَدَرِهِ سَلَبَ ذَوِي العُقُوْلِ عُقُوْلَهُمْ حَتَّى يَنْفُذَ فِيْهِمْ قَضَاؤُهُ وَ قَدَرُهُ. فَإِذَا قَضَى أَمْرَهُ رَدَّ عُقُوْلَهُمْ وَ وَقَعَتِ النَّدَامَةُ رواه الديلمى عن أنس

Apabila Allah hendak melaksanakan putusan atau hukuman-NYA, dicabut akal orang yang mempunyai akal sampai terlaksana ketentuanNya itu. Setelah hukuman itu selesai akal mereka dikembalikan dan timbullah penyesalan. (Diriwayatkan oleh Dailami dari Anas)

Generasi muda mesti memiliki pemahaman luas dengan tasawwur (world view). Secara jujur, kita harus mengakui bahwa adat resam tidak mungkin lenyap. Manakala orang Melayu dan Minangkabau memahami dan mengamalkan fatwa adatnya.

“Kayu pulai di Koto alam, batangnyo sandi ba sandi,
Jikok pandai kito di alam, patah tumbuah hilang baganti”

Secara alamiah (natuurwet) adat akan selalu ada. Patah akan tumbuh (maknanya hidup dan dinamis) mengikuti perputaran masa yang tidak mengenal kosong, sesuai alam takambang jadi guru. Menangkap perubahan yang terjadi lebih komprehensif dengan kaedah, “sakali aie gadang, sakali tapian baralieh, sakali tahun baganti, sakali musim bakisa” .

Perubahan tidak mesti mengganti sifat adat resam. Penampilan di alam nyata mengikut zaman dan waktu. Alam dipakai usang sedangkan adat dipakai tetap baru. Perilaku beradat di tuntun kearifan lokal menggambarkan bahwa “kalau di balun sabalun kuku, kalau dikambang saleba alam, walau sagadang biji labu, bumi jo langit ado di dalam”.

Keistimewaan adat resam ada pada falsafah mencakup isi yang luas. Ibarat bijo tampang manakala di tanam, di pelihara tumbuh dengan baik. Bagian-bagiannya (urat, batang, kulit, ranting, dahan, pucuk, buah) akan melahirkan bijo-bijo baru (regenerasi) sesuai bibit yang menjadi satu kesatuan ketika terletak pada tempat dan waktu yang tepat.

Perputaran harmonis dalam “patah tumbuh hilang berganti”, menjadi sempurna dalam “adat di pakai baru, kain dipakai usang”. Maknanya adat resam tidak mesti mengalah kepada yang tidak sejalan. Adat resam yang kuat, dapat menyaring apa yang tengah berlalu. Umumnya yang datang akan menyesuaikan pada adat resam yang ada.

Adat resam adalah aturan satu suku bangsa. Jadi pagar keluhuran tata nilai yang dipusakai. Setiap anak bangsa dalam satu rumpun budaya punya tanggungjawab kuat menjaga adat resamnya. Secara turun temurun, sambung bersambung, setiap diri dan kelompok masyarakat adat akan menjadi pengawal bagi lahirnya generasi mendatang dalam tata adat istiadatnya.

Generasi Melayu mesti mengamalkan saling menghormati adanya perbedaan, dan saling menghargai. Mengutamakan hidup seimbang. Sadar luasnya bumi Allah. Rajin mencari dengan modal tulang lapan karek, artinya berusaha mandiri. Selalu bertawakkal kepada Allah SWT. Tidak boros serta sadar akan ruang dan waktu, dima bumi di pijak, di situ langik di jujuang, di sinan adaik ba pakai.

Generasi Minang/Melayu mesti berbudi luhur – ber-akhlaq al karimah – dalam bertindak dan berbuat. Meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, dengan beriman dan bersilaturahim (interaksi). Kaedah syarak Islami memberi motivasi dan mendorong mobiltas horizontal (hablum min an-naas) dan mobilitas vertical (hablum min Allah).

Di Minangkabau dalam rentang sejarah masa lalu mendorong kepada beramal inovatif sarat dinamika dan kreativitas. Adalah satu kenyataan belaka, bila anak nagari yang di rantau tersebar diseluruh belahan dunia. Jumlahnya lebih banyak dari yang di kampong halaman. Di wilayah Jadebotabek saja lebih kurang mencapai 4,3 juta jiwa. Dan para perantau Minang tersebar dimana-mana. Budaya merantau adalah kekuatan budaya yang potensial, bila dapat digali menjadi kekuatan riil. Kaedah hidup di Ranah Minang mengisyaratkan;

”Handak kayo badikik-dikik,
Handak tuah batabua urai,
Handak mulia tapek-i janji,
Handak luruih rantangkan tali,
Handak buliah kuat mancari,
Handak namo tinggakan jaso,
Handak pandai rajin balaja.”

Artinya, Hendak kaya berdikit-dikit (berhemat), hendak tuah bertabur urai, hendak mulia tepati janji, hendak lurus rentangkan tali, hendak beroleh (mempunyai sesuatu kekayaan) kuat mencari, hendak nama tinggalkan jasa, hendak pandai rajin belajar).

Dari nilai adat basandi syarak tampak perlu ada cermat dan teguh hati pada sebarang langkah dan perbuatan, Di hawai sa habih raso, Di karuak sa habih gauang, artinya diperiksa sehabis rasa, di jangkau sehabis gaung, untuk menghindari adanya penyesalan. Berpikir sebelum bertindak. Disana terletak kedewasaan memimpin satu keluarga, ataupun negeri. Mancancang ba landasan, Ma lompek ba situmpu ( = mencencang berlandasan, melompat bersitumpu). Artinya setiap langkah mesti mempunyai alasan yang tepat, jelas dan dapat di pertanggung jawabkan. Seorang tidak boleh bertindak semena-mena. Setiap keputusan yang diambil, untuk kepentingan semua.

Asas falsafah adat Minangkabau adalah sehina semalu. Dasar adat itu bersama. Cara berusaha adalah bersama. Tujuan di raih adalah bersama.
Dalam kondisi kritis sekalipun, generasi muda Melayu dan Minangkabau di Sumatra Barat selalu awas dan hati-hati. Berkata dan berbuat sangat hati2, sesuai fatwa ciri menyebutkan,

“Bakato sapatah dipikiri,
Bajalan salangkah maliek suruik,
Mulik tadorong ameh timbangannyo,
Kaki tataruang inai padahannya,
Urang pandorong gadang kanai,
Urang pandareh ilang aka.”

Menghadapi cabaran kesejagatan dalam tata pergaualan dunia, generasi Minangkabau dengan filosofi adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah mesti memiliki sikap istiqamah (konsistensi) yang dalam fatwa adat disebutkan,

“Alang tukang tabuang kayu, Alang cadiak binaso adat,
Alang alim rusak agamo, Alang sapaham kacau nagari.
Dek ribuik kuncang ilalang, Katayo panjalin lantai,
Hiduik jan mangapalang, Kok tak kajo barani pakai.
Baburu kapadang data, Dapeklah ruso balang kaki,
Baguru kapalang aja, Bak bungo kambang tak jadi”
.

Peran utama adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK) tampak dalam membentuk karakter (character building) anak nagari. Tentu saja melalui jalur pendidikan. Generasi Muda yang terdidik (el-fataa) wajib menjaga semangat persaudaraan (ruh al ukhuwwah) yang kuat. Persaudaraan tidak dapat di raih dengan meniadakan hak-hak individu orang banyak.

Generasi muda Melayu mesti meniru kehidupan lebah, yang kuat persaudaraannya, kokoh organisasinya, berinduk dengan baik, terbang bersama membina sarang, dan baik hasil usahanya serta dapat dinikmati oleh lingkungannya.

KONSEP TATA RUANG YANG JELAS

Nagari di Minangkabau berada di dalam konsep tata ruang yang jelas. Basasok bajarami, Balabuah batapian, Barumah batanggo, Bakorong bakampuang, Basawah baladang, Babalai bamusajik, Bapandam bapakuburan.
Surau adalah pusat pembinaan kecerdasan anak nagari perlu dipelihara.

Dinamika kehidupan hanya dapat dibangun dengan budi akal yang jernih serta budi pekerti yang luhur. Umat Islam Dunia Melayu yang hendak bersanding di tengah perubahan wajib peka, mempunyai sense of belonging terhadap harakah Islamiyah. Penguatan masyarakat mandiri yang madani di Dunia Melayu hanyalah dengan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Upaya ini tidak boleh dilalaikan.

Alangkah indahnya masyarakat adat, jika padi manjadi, jaguang maupiah, menara masjid menjulang keangkasa, “musajik tampek ba ibadah, tampek ba lapa ba makna, tampek baraja Alquran 30 juz, tampek mangaji salah jo batal”, balai permusyawaratan terpancang kokoh di bumi, (balairung atau balai adat) tempat musyawarat dan menetapkan hukum dan aturan “balairuang tampek manghukum, ba aie janiah ba sayak landai, aie janieh ikannyo jinak, hukum adil katonyo bana, dandam agieh kasumaik putuih, hukum jatuah sangketo sudah”, jenjang musyawarat terpelihara dengan baik.

Ketepatan bertindak adalah warisan masyarakat berbudaya, maju, mengutamakan ilmu pengetahuan, dan toleran dalam pergaulan.
“Pawang biduak nak rang Tiku, Pandai mandayuang manalungkuik, Basilang kayu dalam tungku, Di sinan api mangko hiduik” .

يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan berpuak-puak (suku-suku) supaya kamu saling kenal mengenal …”, (QS.49, al Hujurat : 13).

Apabila anak nagari di biarkan terlena dengan apa yang dibuat orang lain, dan lupa membenah diri dan kekuatan ijtima’i (kebersamaan), tentulah umat akan di jadikan jarum kelindan oleh orang lain di dalam satu pertarungan kesejagatan.

Fatwa Adat menyebutkan,
“Pariangan manjadi tampuak tangkai,
Pagarruyuang pusek Tanah Data,
Tigo Luhak rang mangatokan.
Adat jo syarak jiko bacarai,
bakeh bagantuang nan lah sakah,
tampek bapijak nan lah taban”
.

Apabila kedua sarana adat dan syara’ ini berperan sempurna, maka dunia keliling akan hidup masyarakat berakhlaq perangai terpuji dan mulia.
“Tasindorong jajak manurun,
tatukiak jajak mandaki,
adaik jo syarak kok tasusun,
bumi sanang padi manjadi”
.

Kekuatan tamaddun dan tadhamun Islami menjadi rujukan pemikiran. Pola tindakan masyarakat berbudaya terbimbing dengan sikap tauhid (aqidah kokoh). Kesabaran (teguh sikap jiwa) yang konsisten. Keikhlasan (motivasi amal ikhtiar), tawakkal (penyerahan diri secara bulat) kepada kekuasaan Allah. Menjadi ciri utama (sibghah, identitas) iman dan takwa secara nyata, yang memiliki relevansi diperlukan setiap masa, dalam menata sisi-sisi kehidupan kini dan masa depan. Suatu individu atau kelompok masyarakat yang kehilangan pegangan hidup (aqidah dan adat istiadat), walau secara lahiriyah kaya materi, akan menjadi miskin mental spiritual, dan ujungnya terperosok kedalam tingkah laku yang menghancurkan nilai fithrah itu.

Konsep tata-ruang adalah salah satu kekayaan budaya yang sangat berharga di nagari dan bukti idealisme nilai budaya Melayu dan Minangkabau, termasuk di dalam mengelola kekayaan alam dan pemanfaatan tanah ulayat.

“Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah,
Nan munggu pandam pakuburan, Nan gauang katabek ikan,
Nan padang kubangan kabau, Nan rawang ranangan itiak”
.

Tata ruang yang jelas memberikan posisi peran pengatur. Pendukung sistim banagari yang terdiri dari orang ampek jinih, yang terdiri dari ninikmamak, alim ulama, cerdik pandai, urang mudo (yakni para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan capek kaki ringan tangan, nan ka disuruah di sarayo). Dukungan masyarakat adat dan kesepakatan tungku tigo sajarangan menjadi penggerak utama mewujudkan tatanan sistim di nagari.

Hakekatnya, anak nagari sangat berkepentingan dalam merumuskan nagarinya. Konsep ini mesti tumbuh dari akar nagari itu sendiri.

“Lah masak padi ‘rang Singkarak,
masaknyo batangkai-tangkai,
satangkai jarang nan mudo,
Kabek sabalik buhul sintak,
Jaranglah urang nan ma-ungkai,
Tibo nan punyo rarak sajo”,

Artinya diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya. Hal ini perlu dipahami, supaya jangan tersua “ibarat mengajar kuda memakan dedak”.

Tantangan Generasi Melayu dan Minangkabau

Seiring perkembangan zaman, masyarakat memerlukan pendidikan berkualitas (quality education) guna memproduk SDM handal melalui olah pikir (intellectual quotient tinggi sebagai basis knowledge), olah raga (tangguh, kuat, sehat fisik dan mental), olah hati (dengan iman yang benar sebagai basis dari emosional dan spiritual quotient), serta olah rasa yakni kearifan dan keseimbangan dari raso dibao naik dan pareso di bao turun salah satu akar budaya Minangkabau atau cultural based.

Hal ini penting guna menciptakan duduak samo randah tagak samo tinggi dalam tata pergaulan masyarakat majemuk dan maju. Antara rumah tangga (rumah gadang kaum) dengan lingkungan surau, balai adat, pagar kampung dan nagari semestinya memiliki jalinan kuat dalam satu ikatan saling menguntungkan (symbiotic relationship) membina anak nagari. Senyatanya inilah kekuatan lain untuk menyusun masyarakat Melayu yang Islami itu.

Generasi Muda Melayu sebenarnya adalah generasi pelanjut. Teguh prinsip dalam paradigma akhlaqul karimah untuk meraih selamat. Kehidupan terbimbing dengan sikap tauhid (aqidah kokoh), kesabaran (teguh sikap jiwa), konsisten, ikhlas (motivasi amal ikhtiar), tawakkal (penyerahan diri secara bulat kepada kekuasaan Allah).

Tantangan besar hari ini adalah menata ulang masyarakat (replanting values) dengan nilai berketuhanan dan berbudaya dalam satu mata rantai tadhamun al Islami ketengah peradaban manusia. Adat bersendi syarak merancang perilaku bersendi Kitabullah (wahyu Alqurani), bila mampu di implementasikan dalam kehidupan nyata anak nagari, akan menjadi antitesis terhadap degradasi moral westernisasi.

Etika religi dimulai dari mengucap salam, menyebar senyum, jenguk menjenguk, bertakziyah kala kemalangan, memberi dan mengagih pertolongan, melapangi jika kondisi memungkinkan, walau hanya memberi sepotong doa dengan ikhlas sesama tetangga. Menolak bencana dengan melakukan amal baik karena Allah semata.

Dzikrullah melahirkan pemikiran bersih, jernih dan diterima oleh semua pihak. Setiap pemikiran jernih selalu disimak, di ikuti dan di telaah oleh yang setuju maupun yang berseber¬angan. Di dalamnya ada hikmah. Inilah keuntungan utama melakukan amar ma’ruf nahi munkar.

صَنَائِعُ المَعْرُوْفِ تَقِى مَصَارِعَ السُّوْءِ، وَ الصَّدَقَةُ خَفِيًّا تُطْفِئُ غَضَبَ الرَّبِّ، وَصِلَةُ الرَّحِمِ تَزِيْدُ العُمْرَ، وَ كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ وَ أَهْلُ المَعْرُوْفِ فيِ الدُّنْيَا، هُمْ أَهْلُ المَعْرُوْفِ فيِ الآخِرَةِ، وَ أَهْلُ المُنْكَرِ فيِ الدُّنْيَا، هُمْ أَهْلُ المُنْكَرِ فيِ الآخِرَةِ، وَ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الجَنَّةَ أَهْلُ المَعْرُوْفِ

Perbuatan baik itu menjaga dari serangan bahaya, sedekah dengan sembunyi memadami marah Tuhan, memperhubungkan silaturahmi menambah umur dan setiap perbuatan baik itu sedekah. Orang yang mengerjakan perbuatan baik di dunia, mereka juga orang yang mengerjakan perbuatan baik di akhirat, sedang orang yang memperbuat kesalahan di dunia, mereka juga orang yang memperbuat kesalahan di akhirat. Orang yang dahulu masuk surga ialah orang yang berbuat baik. (Diriwayatkan oleh Thabrani dari Ummu Salamah)

Perlu di yakinkan bahwa di tengah pergumulan hidup ada sunnatullah. Alam takambang jadi guru. Dalam prilaku social masyarakat Melayu dan Minang yang hidup di dalam tuntunan ABSSBK akan menjadi lebih kuat, berkecerdasan tinggi, menjadi umat utama (khaira ummah) dengan moralitas hidup berbangsa. Cinta persaudaraan dan persatuan (ukhuwah), tidak merendahkan satu golongan. Tidak hendak mencari kesalahan merusak diri dan kehormatan. Teguh menciptakan ishlah perbaikan. Menegakkan keadilan taat hukum. Semuanya itu kekuatan besar merebut kejayaan.

Akhlaq mulia modal utama menapak alaf baru. Manakala nilai moral ini sudah pupus dari etnis Melayu dan Minang, pasti bangsa ini akan jadi manusia modern yang biadab. Suatu individu atau kelompok yang kehilangan pegangan hidup, akan bertukar nilai kehidupan dengan sikap acuh, lucah, sadis dan hedonistic. Amat tragis, kalau generasi yang kehilangan pegangan hidup itu adalah kelompok etnis Melayu dan Minangkabau yang terkenal adatnya basandi syarak, syarak basandi Kitabullah yang disebut muslim pula.

Sekarang, diakui daya saing generasi muda Minang Melayu makin melemah, mutu pendidikan kurang memadai, bekal keterampilan sangat sedikit, pengamalan agama dan syari’at kurang kompetitif.
Sikap entrepreneurship tidak berkembang. Hubungan emosional-kultural generasi muda rantau dan ranah makin tipis. Hal itu disebabkan nilai-nilai positif adat resam kurang di sosialisasikan.
Daya tarik kampung halaman kurang diperkenalkan kepada generasi muda. Pendidikan adat resam dan budaya Melayu dan Minang tidak intensif.

Arif akan adanya perubahan-perubahan dengan pandai mengendalikan diri, agar jangan melewati batas. “Ka lauik riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang, putuih–putuih, Lah salasai mangko sudah” .

Pemahaman syarak menekankan kehidupan dinamis. Mempunyai martabat (izzah diri). Bekerja sepenuh hati, menggerakkan semua potensi, tidak lalai tidak enggan. Tidak berhenti sebelum sampai. Tidak berakhir sebelum sudah.

Nilai dinul Islam melahirkan masyarakat proaktif menghadapi perubahan sebagai suatu realitas. Pengamalan syari’at Islam mendorong umatnya melakukan perbaikan kearah peningkatan mutu dengan basis ilmu pengetahuan (knowledge base society), basis budaya (culture base sociaty) dan agama (religious base society).

Dalam kehidupan masyarakat Melayu/Minang sangat diminati hidup maju beradat. Mengamalkan agama (syarak) dengan landasan Kitabullah. Luas pemahaman (tashawwur) mengenal alam keliling. “Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang jadikan guru” , sehingga masyarakatnya mandiri menjaga rakyat (suku), ulayat (pusako) dan pemerintahan (sako).

Mengimplementasikan adat dan syarak dalam kehidupan nyata mesti digerakkan sungguh-sungguh. Dimulai dari menggali potensi dan asset nagari yang terdiri dari budaya, harta, manusia, dan anutan anak nagari.
Dimulai memanggil potensi yang ada dalam unsur manusia, masyarakat nagari. Menyadarkan benih-benih kekuatan yang ada dalam diri masing-masing, yakni budaya taqwa dengan perbuatan yang benar.
Kemudian observasinya dipertajam, daya pikirnya ditingkatkan, daya geraknya didinamiskan , daya ciptanya diperhalus, daya kemauannya dibangkitkan.
Upaya ini akan berhasil dengan menumbuhkan atau mengembalikan kepercayaan kepada diri sendiri.

Manusia tanpa agama sama saja dengan makhluk yang bukan manusia. Tatanan adab pergaulan selalu di ikat dengan hubungan kasih (mahabbah) dengan Khalik Maha Pencipta, yang disebut dengan ibadah. Tuntunan akhlaq dan ibadah mewarnai perilaku pada seluruh tingkat pelaksanaan hubungan kehidupan.

Generasi muda masa kini mesti memiliki ilmu, berasaskan ajaran Islam yang jelas, dalam kata adat disebutkan,

“Iman nan tak buliah ratak,
kamudi nan tak buliah patah,
padoman indak buliah tagelek,
haluan nan tak buliah barubah”.

KHULASAH

Generasi Muda yang sedang bergelut dengan cabaran kontemporer dapat melakukan berapa agenda kerja secara bersama-sama ;

1.Mengokohkan pegangan Generasi Muda dengan keyakinan dasar Agama (syara’), suatu cara hidup yang komprehensif. Memperbanyak program memahami ajaran agama di dalam meningkatkan hubungan antar umat. Menggali sejarah kejayaan masa silam. Menanam semangat kepahlawanan membangun diri dan kampong halaman. Menyebarluaskan bahaya sekularis, materialisme, individualisme jahiliyah yang sangat merugikan budaya bangsa.

2.Memperbanyakkan program mengasuh dan mendidik generasi baru agar tidak dapat dimusnahkan oleh budaya lucah dan porno. Menggandakan usaha melahirkan penulis muda dalam berbagai lapangan media dengan basis etika religi..

3.Meningkatkan keselarasan dan kematangan dengan upaya bersama sesuai tuntutan syarak mangato adaik mamakai. Menjalin kekuatan bersama untuk menghambat gerakan yang merusak adat resam Melayu dan Minangkabau. Memastikan generasi muda terarah menjadi pemimpin umat dan negara dengan sikap bertaqwa, berakhlak dan bersih dari penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan diri dan kelompok.

4.Meningkatkan program melahirkan generasi muda yang penyayang satu sama lain dan menata kehidupan yang beradab sopan sesuai adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah.

Wassalamu ‘alaikum Wa Rahmatullahi Wa barakatuh,

Daftar Pustaka
1.Al Quranul Karim,
2.Al-Ghazali, Majmu’ Al-Rasail, Beirut, Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 1986,
3.Al-Falimbangi, ‘Abd al-Samad, Siyarus-Salikin,
4.Ibn ‘Ajibah, Iqaz al-Himam,
5.Lu’Lu’wa al-Marjan, hadist-hadis riwayat Bukhari, Muslim, Tarmizi dan Nasa^i.
6.Sa’id Hawa, Tarbiyatuna Al-Ruhiyah,
7.Sahih al-Bukhari, Kitab al-Da’awat,
8.Sorokin, Pitirim, “The Basic Trends of Our Time”, New Haven, College & University Press, 1964, hal.17-18.