Category Archives: Berita Terkini

Buletin Nagari

OOOoiii……. ANAK NAGARI KOTOGADANG BILO KAMPUANG KO KA ELOK KO …….????

Teringat tulisan Engku.J.O Lembang Alam dalam “ KOTOGADANG DIPERSIMPANGAN JALAN “ Taraso bana di hati dan tabayang ketika beliau berbicara.
Apo lah memang HARUS saat ini berbicara Blak-blakkan bana kito, agar orang baru bisa sadar.
Selama ini saya menulis sangat netral, sangat berusaha tidak menyinggung pribadi atau Organisasi tertentu, tapi betul-betul secara umum dan penuh kiasan tentang Kotogadang. Saya berusaha mengetuk pintu hati Anak Nagari…. Karena ada sebahagian dari mereka sudah ditutupi debu kebencian, Sentimen pribadi dan keserakahan untuk dihargai, disanjung dan dimuliakan, Agar mau berbalik meninggalkan itu semua dan kembali kepada kemurnian niat dan kesucian hati untuk membangun kampung halaman tercinta.
Tetapi setelah saya lihat , saya Nilai dan saya perhatikan ternyata betul-betul banyak yang tidak peduli, Baik dalam bertindak maupun bersikap untuk Nagari Kotogadang.
Dari sebahagian kecil yang mempunyai niat suci tadi…. itupun sudah diboncengi oleh orang-orang yang kemaruk dengan hal-hal lain.
Dalam kondisi Kampung sudah ditimpa MUSIBAH , kampung sudah RUSAK, Masih ada orang yang TEGA memaksakan kehendak dan keinginan pribadi atau kemauan segelintir orang untuk dituruti.
Masih ada manusia yang berhati IBLIS yang bermain politik untuk mengadu domba dan ingin menciptakan kehancuran baru bagi Kotogadang dengan memecah belah NINIK MAMAK, ALIM ULAMA, ANAK NAGARI Kotogadang agar masalah tidak kunjung selesai di Kotogadang.
Kalau memang semua ingin berbuat baik …. Kenapa harus memaksakan kehendak atau keinginan kepada orang lain….?? Bukankah dalam ADAT…. “MUFAKAT” diatas segalanya.
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH. SYARAK MANGATO ADAT MAMAKAI.
Ulangilah kata-kata ini berkali-kali dan artikan menurut nurani masing-masing.
Kembalikanlah seluruh niat baik tadi kedalam hati kita masing-masing dan ukurlah kemampuan diri kita…… sanggupkah kita untuk melaksanakannya…?? Kalau tidak….!
Seperti sabda Nabi Muhammad S.A.W “ Berikanlah suatu pekerjaan itu kepada yang Ahlinya.. Apabila ini tidak dilakukan maka tunggu sajalah kehancurannya “
MANCALIAK CONTOH KA NAN SUDAH, MANCALIAK TUAH KANAN MANANG.
Kalau saat ini ….. SUMBANGAN yang merupakan AMANAH dari para Dermawan yang menyumbang untuk Kotogadang, kenapa harus ditahan…???!
Salurkanlah seperti keinginan para penyumbang ke kampung halaman, jangan diatur dan dipergunakan sendiri seperti HARTA PRIBADI.
Kotogadang sampai saat ini belum bergerak ….. Bukan seperti nagari orang lain yang sama-sama ditimpa Bencana, mereka sudah mulai berbenah diri.
Jalan arah ke Koto Kaciak mau putus…. Rumah Anak Nagari ada yang rusak Berat, Masjid di Tapi sampai detik ini belum ada tanda-tanda dimulai pembenahannya (Semenjak GORO Anak Nagari) apalagi terlihat dibangun…
Untuk WC Masjid di Tapi saja sampai detik ini belum ada perbaikan, padahal daerah Tapi merupakan Sentral di Kotogadang yang pasti banyak didatangi Tamu maupun Anak Nagari yang pasti membutuhkan Air dan sarana Kebersihan di Kampung.
Belum lagi sekolah, Rahmatuniswan, taman kanak-kanak dan banyak lagi….
MATA apa yang dipakai kali ini untuk melihat semua itu sehingga tidak nampak oleh kita…. ??
Orang di Daerah lain Bingung…. DENGAN APA AKAN MEMBANGUN NAGARI NYA karena memang dana belum ada atau masih sangat kurang. Sementara kita…. Bingung…… SIAPA YANG AKAN MENGERJAKANNYA … ?? Begitu kata seorang Anak Nagari R.Z St. Mancayo kepada saya.
Karena semua merasa lebih berhak, merasa lebih pantas dan merasa lebih Ahli dan lebih pintar……. Akhirnya membuat keadaan menjadi tidak pasti.
PONTEN di Tapi alah balumuik dan mulai Rangkah, WC Masjid di Tapi alah babaun Bangkai…. Jan sibuk Barencana…. Maetong pitih dan bapidato Juo lai………
BILO KARAJO TU KA DIMULOI……??

Tertanda

SAROK TAPI

ANAK KEMANAKAN DI RANTAU PEDULI “MESJID TAPI” PASCA GEMPA

ANAK KEMANAKAN DI RANTAU PEDULI “MESJID TAPI” PASCA GEMPA
oleh : A. R St. Indra Bungsu.

Assalamu’alikum warrahmatullahi wabarokaatuh
Untuk warga dan pecinto Kotogadang kami sampaikan artikel ini untuk menunjukkan bahwa kito warga dan pecinto Kotogadang di seantero jagad ko sangat peduli dengan musibah gempa yang terjadi pada tanggal 6 Maret 2007 yang lalu di Kotogadang.
Berikut di sampaikan proses kepedulian itu lengkap dengan daftar penyumbang yang telah diterima sampai dengan tanggal 1 April 2007.

Siang hari Selasa tgl 6 Maret 2007 menerima SMS bahwa telah terjadi gempa di Sumatra Barat, termasuk di kanagarian Kotogadang.
Reaksi atas kejadian musibah itu, Pengurus Kerapatan Niniak Mamak Panghulu Nan XXIV Nagari Kotogadang langsung membuka Posko di Jl. K. H. Achmad Dahlan No. 12, Kebayoran Baru mulai jam 17:00 wib sampai selesai berikut seterusnya pada jam yang sama.
Tindakan pertama adalah dengan berangkatnya Sekretaris Pengurus KNMKG, b.e. A.S Dt. Perpatih bersama e. M.A.Y. St. Sinaro keesokan pagi harinya jam 06:35 wib terbang ke Kotogadang.
Sore harinya Posko langsung mendapatlaporan dari b.e. A.S Dt. Perpatih melalui handphone yang di dengar juga oleh semua yang hadir pada waktu itu.

Sekumpulan ibu-ibu pengajian “Kamis”, mengetahui bahwa b.e. dt. Perpatih akan ke Kotogadang, segera dengan ringan tangan menyerahkan sejumlah uang agar dapat dimanfaatkan setibanya di Kotogadang sesuai dengan informasi SMS yang diterimanya.

Lebih kurang jam 11:00 wib tiba di Kotogadang dan langsung memantau situasi dan kondisinya.
Kerusakan yang cukup parah dan sangat perlu segera penanganan ialah Unit Air Bersih.

Pada tgl 8 Maret 2007, sahari sesudah b.e. Dt. Perpatih “turba”, kemudian bertemu dengan Wali Nagari, Tuanku nan Barampek, Pengurus Masjid, Warga dan Anak Nagari yang memintak supayo segera membangun Mesjid-Tapi kebanggaan kito.

Sekembalinya di Jakarta tgl 10 Maret 2007, keesokan harinya tgl 11 Maret 2007 diadakan pertemuan di Posko untuk mendengarkan carito keadaan Kampuang tu…. langko’ dengan gambar-gambarnya.

Presentasi ini di hadiri oleh 12 Datuk, Cadiak Pandai seperti a.l. e. M.A. Moezbar Maharajo Basa, Engku Masril Rangkayo Ameh, e. Nurmeiman Usman St. Sari Alam, e. Aidil Yuzar dan banyak lagi yang lainnya.

Selesai presentasi langsung dibentuk “Tim Penanggulangan Musibah Gempa Kotogadang, khususnya untuk Rehabilitasi dan Pembangunan Prasarana Ibadah Mesjid-Tapi dan Prasarana Air Bersih Kotogadang” yaitu Tim Teknis, Tim Pengumpulan Dana dan Bendaharawan berdasarkan surat Keputusan KNMPN No. 001/P/KNMPN-XXIV/III/2007.
Tim Teknis terdiri dari e. A. Fauzi St. Rajonaando, e. Qamaruzzaman St. Nan Labiah, e. M.A.T St. Sinaro dan e. N. Acang St. Maruhun.

Tim nantinya akan menjadi suatu Kepanitiaan Besar dengan berkoordinasi dengan dunsanak-dunsanak dari Kotogadang, Padang, Medan, Pakan Baru dan kota-kota lainnya.

Pada tgl 19 Maret 2007 di Posko dibentuk Panitia Ad Hoc terdiri dari b.e. Azril N, Dt. Marahbangso, e. M.A. Moezbar Maharajo Basa, e. Nurmeiman U. St. Sari Alam, Rky. Yusni Adrijanto, e. A. Fauzi St. Rajonaando, e. Aidil Yuzar, b.e. A.R. Dt. Tan Muhammad, untuk membentuk Panitia Rehabilitasi Mesjid dan Unit Air Bersih Kotogadang.
Pada tgl. 1 April 2007 diadakan Pertemuan untuk memutuskan/mensyahkan Kepanitiaan itu.
Tepat jam 10:30 wib acara dibuka oleh Sekretaris Pengurus KNMKG yang kemudian dilanjutkan oleh Ketua Pengurus KNMKG, b.e. Dt. Palindih.
Sesudah Ketua menerangkan secara kronologis mengapa dibentuk Kepanitaan ini, acara dilanjutkan dengan penjelasan dari Ketua Panitia Ad Hoc mengenai pembentukan Kepanitiaan.
Acara kemudian ialah penyerahan S.K. Pembentukan Panitia Pembangunan Mesjid Tapi dan Rehabilitasi Air Bersih (PPMTRIAB)Kotogadang kepada ketuanya, b.e. Dt Tan Muhammad.

Mudah-mudahan engku-engku di seluruh Indonesia dan di luar nagari dapat melihat dan memahami niat kebersamaan untuk membangun kembali Kotogadang.

Amin ya rabbal alamin.

Catatan:
Pada Rapat pertama dari kepanitiaan PPMTRIAB tgl 28 April 2007 di Gedung THT, Jl. Proklamasi, Jakarta, sempat dihadiri b.e. N.A. Dt. Toemanggoeng walaupun agak terlambat.

Bersama ini disampaikan juga data penyumbang di Kepanitiaan PPMTRIAB
sampai tgl 1 April 2007.

Penerimaan Tunai:
Tanggal 8 Maret 2007
1. b.e. S.A. Dt. Bagindo Dipucuak 1000.000
2. Rky. Etty Ezaddin 1.000.000
3.Rky. Nina Reza 100.000
4. Rky. Welly Iskandar 250.000
5. Rky. Nuraimah Nazahar 500.000
6. Rky. Misdar Ayub Junus 500.000
7. Kel. Dr. Jasnir Asir 500.000
8. Kel. Ir. Sofyadi Roezin 100.000
9. Rky. Rama Budi 500.000
10. Rky. Dr. Nina Susanto 100.000
11. Nil Amilius 50.000
12. Rky. Emma Zubaidi 50.000
13. Rky. Ade Rofiena Indra 500.000
14. Rky. Harnawa Daufril 100.000

Tanggal 11 Maret 2007
15. Hamba Allah 10.000.000

Tanggal 12 Maret 2007
16. Kel. Syafril Nasution 2.000.000

Tanggal 13 Maret 2007
17. Rky. E. Asri 8.250.000

Tanggal 14 Maret 2007
18. Rky. W. Ferdy Salim 200.000
19. Rky. Ade Almatsier 1.000.000
20. Rky. Melly Ibrahim 100.000
21. Rky. Rifi Julchasmir 500.000
22. Rky. Shanty 50.000
23. b.e. A.S. Dt. Perpatih 790.000 berupa CD Rom

Tanggal 19 Maret 2007
24. Rky. Halmiati 1.000.000
25. Engku Moch. Ichsan Ramli 1.000.000
26. Engku George 150.000
27. Engku Qamaruzzaman 500.000
28. Engku Tikno Sunjoto 3.000.000
29. NN 100.000

Tanggal 20 Maret 2007
30. Engku Gainofri Djaafar 1.000.000
31. Rky. Izatildania Asri 1.000.000
32. CD Rom 50.000

Tanggal 29 Maret 2007
33. Kaum Dt. Bagindo Dipucuak 13.600.000

Tanggal 1 april 2007
34. Rky. Olivia Salagusta & Ari 300.000
35. Engku Salahuddin Moezbar 750.000

TOTAL 50.590.000

Penerimaan melalui BCA 679 0111107
Tanggal 9 Maret 2007
1. Rky. Dewi Gaizir 1.140.000
2. NN 200.000

Tanggal 12 Maret 2007
3. Engku H. Emil/H.M 2.000.000
4. Engku Husein Heyder 500.000
5. Rky. J. Elly N (Dary dan Elly) 2.000.000

Tanggal 13 Maret 2007
6. Rky. Juliati Effendi 100.000
7. Rky. Anneke Adam 500.000
8. Kel Nuzwari Chatab 250.000
9. Rky. Ratna Ondang 500.000
10. b.e. Sj. Dt. Putieh 1.500.000
11. b.e. Prof. H. Hanif Dt. Magek Labiah 100.000
12. Engku Norman 100.000

Tanggal 14 Maret 2007
13. Rky. Erna Nasrul 250.000
14. NN 2.000.000
15. Engku Alesandor Beniko 50.000
16. Rky. Fauzia Simun/Rky. H. Rukmini Simun 500.000

Tanggal 20 Maret 2007
17. Rky. Isriani Djaafar (Rky. Gadis, Ria, E…) 2.000.000
18. Engku Chaerul Hafidin 1.000.000
19. Rky. Indah Juwita 500.000
20. Kaum Dt. Maharajo 7.500.000

Tanggal 21 Maret 2007
21. Engku Adang sunarto 500.000
22. Kel. Achmad Isfarain 500.000

Tanggal 22 Maret 2007
23. Kel. Rizaldy Latief 250.000
24. Rky. Mirdhawaty 200.000

Tanggal 23 Maret 2007
25. Daniel Esfandiary 500.000
26. Isnaini Azizah 2.000.000

Tanggal 26 Maret 2007
27. Wira Adiputra 150.000
28. Ny. Juni Jamaludin 250.000
29. Rky. Olivia Salagusta 1.000.000
30. Kel. Arisan KG-Pamulang (rky. Via) 1.500.000

Tanggal 27 Maret 2007
31. b.e. I.Z Dt. Gunuang Ameh 1.000.000

Tanggal 28 Maret 2007
32. Rky. Darwina Widjayanti 1.000.000
33. Kaum Dt. Palindih 5.000.000

Tanggal 30 Maret 2007
34. Rky. Susanti Bachtiar 500.000
35. Rizal, Wiyanti, Tino 250.000

TOTAL 37.290.000

Roehana Koedoes

Roehana Koeddoes begitu sapaan yang lengket pada sosok perempuan yang satu ini. Gadis kelahiran Kotogadang, 20 Desember 1884 ini memiliki nama asli Siti Roehana. Roehana Koeddoes adalah putri dari pasangan Moehamad Rasjad Maharadja Soetan dan Kiam. Sebagai seorang wanita yang lahir di Kotogadang pada masanya, Roehana adalah sosok seorang anak yang beruntung dari segi pendidikan. Terlahir di tengah keluarga yang intelek membuatnya dapat memperoleh berbagai pengetahuan yang sukar untuk didapatkan wanita pada umumnya saat itu. Pada masanya wanita seperti terbelakang ketimbang kaum lelaki apalagi soal pendidikan, hal tersebut ikut mendorong banyak anak perempuan untuk tetap bertahan dalam “kodratnya”, tidak memikirkan kemajuan dan menjalani rutinitas di dapur saja. Maklumlah saat itu pengaruh pemerintahan Belanda yang menempatkan bumi putera pada golongan bawah nyaris menyentuh semua aspek kehidupan rakyat Indonesia. Namun bagi Roehana ia tidak ingin masuk dalam ketidakadilan tersebut. Hal inilah yang menjadi awal keberhasilan seorang Roehana Koeddoes.
Ayah Roehana adalah seseorang yang berhasil di bidang tulis menulis dan seorang pegawai pemerintahan. Beliau kerap bertugas keluar daerah karena ilmu dan prestasi yang dimilikinya. Roehana kecil pun selalu ikut bertugas dengan ayahnya. Dari segi ekonomi dan pendidikan ia tidak kesulitan. Meski saat itu tidak ada sekolah umum untuk anak perempuan Roehana tidak pantang menyerah untuk medapatkan ilmu. Ayahnya mengenalkan huruf pada Roehana. Alhasil diusia 5 Tahun Roehana mampu mengenal abjad Latin dan Arab dan juga Arab Melayu. Dan berkat bantuan orang tua angkatnya, Ibu Adiesa yang merupakan tetangganya sewaktu ia ikut tugas ayahnya ke Alahan Panjang, diusia 8 tahun Roehana sudah dengan lancar membaca dan menulis dalam abjad Arab, Latin, Arab Melayu, Bahasa Melayu, dan Belanda. Ibu Adiesa juga mengajarkan Roehana merenda. Dan kerap ilmu lainnya didapatinya secara otodidak dari buku, majalah dan surat kabar yang dimiliki ayah dan orang tua angkatnya. Pada tahun 1897 ibu kandung Roehana meninggal dunia, setelah melahirkan adik Roehana yang ke-6. Ayahnya pun menikah dengan Asiah, adik Kiam. Hal tersebut dilakukannya agar Asiah dapat mengasuh Roehana dan adik-adiknya. Ayah tetap saja sering keluar daerah untuk urusan pekerjaan, namun Roehana makin tumbuh menjadi gadis dewasa. Sewaktu ayahnya bertugas ke Medan, ia tidak ingin ikut lagi. Ia ingin balik ke Kotogadang dan memajukan kampungnya dengan ilmu yang dimilikinya. Di Kotogadang, Roehana dan adik-adiknya hidup dan tumbuh dengan bimbingan Tuo Sini.
Menggali berbagai ilmu sudah menjadi kegemaran tersendiri baginya. Ia lebih memilih belajar berbagai ilmu dan kepandaian ketimbang bermain-main dengan teman sebayanya. Meski awalnya mendapat ejekan dari teman di Kotogadang karena lakunya yang sering menyendiri dan belajar, namun lambat laun teman-temannya tertarik dengan apa yang dilakukannya. Kegiatan Reohana membacakan cerita untuk adik-adiknya mengundang ketertarikan teman-temannya untuk mendengarkannya. Tanggapan positif tersebut berlanjut, teman-teman Roehana tidak hanya tertarik untuk mendengar tapi ingin ikut bisa membaca layaknya yang dilakukan oleh Roehana. Hingga lambat laun Roehana mengajarkan teman-temannya yang tertarik untuk menulis dan membaca. Hal itu pun mendapat tanggapan yang bagus dari keluarganya. Pada tahun 1908, saat Roehana berusia 24 tahun Roehana menikah dengan Abdul Koeddoes yang juga merupakan salah seorang keponakan ayahnya atas perjodohan Tuo Sini. Abdul Koeddoes juga merupakan lelaki yang berwawasan luas dan dikenal dengan kepiawaiannya menulis untuk surat kabar. Ia sangat mendukung niat dan keinginan besar Roehana untuk memajukan pendidikan kaum perempuan.
Ritinitas Roehana untuk mengajar teman-temannya berkelanjutan. Ia membagi berbagai ilmu yang didapatinya selama ini. Namun pastinya jalan yang dijalani Roehana tidaklah mulus, banyak dari masyarakat yang berfikiran picik tentang apa yang dilakukan Roehana. Khususnya dari para orang tua mereka kerap melarang anaknya untuk belajar dengan Roehana karena dianggap kegiatan itu akan membuat anak-anak mereka lupa dengan “kodrat” mereka untuk mengurusi rumah, tidak hanya itu banyak lagi pemikiran-pemikiran negatif yang mencoba menghalang-halangi langkah baik Roehana. Hingga akhirnya pemikiran negatif tersebut beredar luas, murid Roehana makin hari makin berkurang karena takut dengan orang tua mereka. Lambat-laun Roehana letih dengan semua hujatan untuknya hingga ia sempat pindah ke Maninjau dan Padang Panjang, Roehana hidup di luar Kotogadang sekitar 3 tahun. Karena banyak murid yang meminta Roehana kembali ke kampung halaman lewat surat-surat yang dikirimnya pada Roehana, mereka meminta agar Roehana kembali ke kampung dan mengajar kembali, akhirnya tahun 1911 Roehana dan suaminya kembali ke Kotogadang.
Langkah Roehana makin kukuh untuk dapat memajukan pendidikan di Kotogadang. Ia mengadakan pertemuan dengan mengundang 60 Bundo Kanduang di Kotogadang dan juga yang berada di luar daerah (merantau). Roehana mengutarakan latar belakang, maksud, tujuan dan sejarah hidupnya secara panjang lebar. Tulisan Roehana mengundang desah kagum dari banyak kalangan. Niatnya untuk mendirikan sekilah untuk kaum perempuan akhirnya dapat diterima warga Kotogadang. Tahun 1911 berdirilah Sekolah Kerajinan Amai Setia (KAS) yang memberikan wadah untuk perempuan Kotogadang untuk menggali berbagai ilmu. Mulai dari tulis-menulis, budi pekerti dan berbagai keterampilan lainnya. Kepeduliannya pada pendidikan tidak berhenti sampai disitu. Berawal dari kegemarannya membaca lalu ia pun membiasakan menulis, ia pun memiliki gagasan untuk mendirikan surat kabar agar komunikasi dan misinya untuk memajukan perempuan dapat diperluas tanpa harus bertatap muka, namun punya sarana yang pasti seperti surat kabar. Dengan dukungan banyak pihak akhirnya Roehana mampu merintis surat kabar khusus untuk perempuan di tanah Melayu. Ia pun menerbitkan surat kabar Soenting Melajoe. Dimana Roehana menjabat langsung sebagai pimpinan redaksinya di Kotogadang dan dibantu oleh Ratna Djoewita di Padang. 10 Juli 1912 surat kabar Soenting Melajoe yang pertama terbit. Lewat surat kabar tersebutlah Roehana menyuarakan kepeduliannya terhadap nasib kaum perempuan di tanah Melayu dan berbagai hal lainnya yang berisikan penyemangat kaum wanita untuk maju. Roehana lahir sebagai wartawati dan pimpinan redaksi Surat Kabar Perempuan pertama di Indonesia. Kesungguhan dan dedikasinya yang tinggi untuk kemajuan perempuan membuka mata banyak perempuan melayu untuk hidup lebih maju dan tidak terlindas zaman.(Sinta*)

Syair Mesjid Kotogadang

Sebuah karya sastra melayu klasik “didaktis instruktif” kembali mengukir lembaran website Kotogadang kali ini yang dikemas dalam bentuk syair. Syair adalah salah satu karya sastra melayu klasik yang tergolong puisi. Pada sebuah karya sastra melayu klasik syair yang dituliskan oleh pengarang adalah ungkapan nyata perasaan hatinya atau suasana yang sedang dirasakan untuk mengawali cerita.

Sajoe hatikoe boekan seperti
Goendah goelana didalam hati,
Badankoe hidoep serasa mati,
Nasib menggoda selang berganti.

Allah2 toehan mahboet,
Rasa ta’dapat hamba menjeboet,
Air mata djatoeh sebagai riboet,
Iblis menggoda bereboet-reboet.

Manuskrip ini dikarang oleh MOHAMAD SJARIF yang bergelar SOETAN MAROEHOEM tertanggal terbitan 1929 berkisah tentang runtuhnya mesjid Kotogadang dengan judul karangan SJA’IR MESDJID KOTA GEDANG.
Menyimak bait demi bait syair yang ditulis rasanya sejarah yang pernah terjadi di Tahun1926 kembali terulang di tahun ini (6 Maret 2007). Dengan keelokan bahasa pengarang mencoba menggambarkan tragedi naas tersebut dalam penggalan syair berikut:

Takdir allha toehan djoendjoengan,
Boemi bergoencang tidak alangan,
Hari Isnajan pada bilangan
28 Joeni itu hitoengan.

Goencang pertama poekoel sepoeloeh,
Masdjid batoe menjadi loeloeh,
Isi negeri banjak mengeloeh,
Laksana malam kepadaman soeloeh.

Sanak saoedara moeda belaka,
Gempa besar membawa duka,
Hari Isnajan membawa doeka,
Tahoen 26 poela direka.

Senin, 28 Juni 1926 jam 10.00 (goncang pertama) dan jam 13.00 (goncang kedua)
Bukti otentik mengenai kejadian ini, menjelaskan bahwa sejarah akan terulang kembali pada generasi yang berbeda.
Sekelumit tentang ulasan tentang SYA’IR MESDJID KOTA GEDANG jilid pertama yang menjadi bukti nyata kepedulian dan kebersamaan masyarakat kita dalam menyikapi kejadian ini. Untuk lebih lengkapnya jika sanak saudara berkeinginan untuk mengetahui ikhwal tulisannya yang lebih kurang berjumlah 30 halaman, dapat di download pada kolom Seni & Budaya. (HI. St Bandaro Kaciak)

H.Agus Salim

oleh : HI.St. Bandaro KaciakH. Agus Salim.
Pendekar “Bijak” dalam Berdiplomasi

Anonim menulis “sebagai tokoh perjuangan, ia punya kadar kualitas yang sulit dicari tandinganya. Terutama kecerdasannya, barangkali termasuk jenius. Semua orang yang pernah bicara dengannya mengakui itu. Mohammad Natsir (alm), tokoh Islam termasyur mengungkapkan, “ kalau kita hendak menggunakan kualifikasi intelektual brilian pada salah seorang putra Indonesia, maka saya rasa yang paling pertama tepat ialah pada Haji Agus Salim”

Tokoh tiga jaman, Prof.DR Ruslan Abdulgani, mengakui, “siapa yang pernah mengenal Oude Heer Salim dari dekat, pasti tertarik oleh nilai isi segala pembicaraannya, yang mencerminkan dua hal, yaitu ketajaman otak dan mendalamya kehidupan keagamaannya,”
Fisiknya biasa-biasa saja, bahkan ukuranya termasuk kecil. Yang tak pernah lupa adalah jengotnya selalu dipelihara dan rokok kretek yang tak pernah berhenti mengepul dari dua bibirnya. Tapi tubuhnya yang kecil, tidak menjadikan dirinya kecil hati berhadapan dengan orang lain. Justru ia tampak gesit dan selalu mendominasi dalam setiap pembicaraan, seolah tidak memberi kesempatan lawan bicaranya mengungkapkan dua atau tiga patah kata.
George McT. Kahin, professor di Universitas Cornell Amerika Serikat, mengungkapkan kesaksiannya sebagai berikut: “Saya mengundang kedua beliau itu bersantap di ruangan pertemuan tenaga pengajar, dan duduk di tengah kedua beliau itu saya terperangah. “ yang dimaksud beliau disitu adalah Ngo Dinh Diem, tokoh perjuangan kemerdekaan Vietnam Selatan, dan Agus Salim. Diem telah dikenal sebagai seorang yang senantiasa merajai setiap percakapan. Percakapan berlangsung dalam bahasa Prancis- bahasa yang paling dimahiri Diem. Namun, Haji Salim tetap mengungguli Diem, berbicara amat fasihnya, sehingga Diem tidak dapat peluang sedikitpun!”`
Lain lagi kesan Mohammad Hatta. Disamping kecerdasan, di mata mantan Wakil Presiden RI pertama ini, kekuatan Salim terletak pada keyakinan, ketangkasan, dan ketegasannya membela suatu pendirian yang sudah diambilnya. Setia kawannya juga besar. Ia sanggup menghadapi berbagai kesuliatan ddengan sabar.
Dengan segala kelebihannya itu, baik lawan maupun kawan jadi segan kepadanya, termasuk Belanda. Di antara tokoh perjuangan, Salim termasuk yang belum pernah meringkuk di penjara. Meskipun kritikan-kritikannya kepada Belanda sangat berani dan tajam. “Saya selalu sangat hati-hati akan jangkauan undang-undang pengusa dan berusaha untuk tidak kena jerat, “kata Agus Salim tentang kiatnya.
Bukan berati tanpa kelemahan, Ia kadang kurang sabar untuk mengupas suatu masalah sampai tuntas,” ujar Hatta.
Tapi kelemahannya yang sungguh mengherankan sebagai mana dicatat Prof, Schermerhorn dari Belanda adalah, Salim melarat sepanjang hidupnya!
Sebagai seorang yang berpendidikan dan berkemampuan tinggi, apalagi ia menjadi pemimpin ternama, agag sulit dipahami bila Salim hidup dalam kemiskinan. Tidak sulit rasanya bila Salim yang menguasai 6 bahasa asing (Inggris, Belanda, Jerman, Prancis, Arab dan Turki ) ini ingin hidup enak dan bergelimang harta. Dengan bekerja di pemerintah Belanda, misalnya, tentu ia akan kaya. Toh itu tidak ia lakukan.

Kukuh

Tahun 1925, ia pernah diminta menjadi pimpinan redaksi harian Hindia Baroe, milik seorang pribumi dan Belanda. Di tangan Salim, Hindia Baroe maju pesat. Tetap karna tulisan-tulisan Salim yang pedas dan tajam mengeritik Belanda, membuat pemiliknya gerah juga . Mereka meminta Salim memperlunak Kritikannya. Tanpa pikir panjang, esok harinya Salim mengundurkan diri dari jabatanya.”Pendapat saya tentang Pemerintah Hindia Belanda dan kebijaksanaannya, saya tidak bersedia ditawar-tawar,” katanya kepada Mohammad Roem yang menanyakan keputusannya itu.
Di Jakarta ia bersama keluarganya tinggal dirumah kontrak yang satu ke rumah kontrak yang lain. Bukan rumah megah di tepi jalan raya, melainkan dirumah jelek di gang-gang sempit dan becek. Di antaranya Salim pernah tinggal di daerah Tanah Abang di Karet , Jatinegara, Gang Kerlonong, Gang Tapekong, Gang Listrik dan banyak lagi. Khususnya di gang Listrik, di sinilah justru mereka hidup benar-benar tanpa listrik, karna tak kuat membayar sewa listrik
Mohammad Roem, orang yang sejak muda dekat dengan Salim menyaksikan sendiri. Salim dan keluarganya pernah tinggal dalam satu ruangan sempit. ”Kopor-kopor bertumpuk di pinggir ruangan serta beberapa kasur digulung , sedangkan di tengah ada ruangan yang bebas untuk duduk-duduk dan menerima tamu,” tutur Roem. Menderitakah mereka? Orang luar melihatnya tentu akan menjawab ya. Tetapi tidak dengan Salim. Ia adalah seorang ayah yang sangat dekat dan sayang pada keluarganya-semua anak-anaknya tidak ada yang disekolahkan di luar, tetapi di didik sendiri. Bukan tak mampu mengongkosi, tetapi karena prinsip. Seorang ayah yang pasrah dan tawakkal juga nampak dari sikapnya yang tenang ketika hendak pindah rumah, namun tak ada uang untuk biaya.”Allah Maha Besar. Kita tentu akan diberi-Nya jalan.”Katanya tenang. Tak lama kemudian datang wesel, kiriman pembayaran sesuatu yangtak di duga-duga.

Dibesarkan Belanda

Boleh di bilang, sejak remaja Salim di besarkan Belanda. Di samping menimba ilmu di sekolah Belanda, ia pernah di bimbing secara khusus oleh Brouwer, seorang guru Belanda yang terpikat kepada kecerdasannya. Semasa menempuh pendidikan HBS di Jakarta, ia juga indekos pada keluarga Belanda bernama Koks. Ayahnya juga termasuk pula pejabat di pemerintah Belanda sehingga hidupnya relatif tidak mengalami penderitaan karena penjajahan. Lalu mengapa ia kemudian berbalik menentang penjajahan Belanda.
Lahir dari pasangan Angku St. Mohammad Salim dan Siti Zainab pada 8 Aktober 1884 di nagari Kotogadang, Kabupaten Agam Sumatera Barat, sebuah nagari yang banyak melahirkan tokoh-tokoh intelektual di Indonesia. Ayahnya adalah seorang Hoofdjaksa (Jaksa Kepala) di Pengadilan Tinggi Riau dan daerah bawahannya. Kedudukan Hoofdjaksa bagi penduduk pribumi termasuk yang berkelas dan sangat terhormat. Itulah sebabnya Salim dan kakaknya bisa di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa.Selama menempuh pendidikan di ELS, prestasi Salim sangat cemerlang. Dalam semua pelajaran, ia mengungguli anak-anak Eropa lainya. Pun tatkala menempuh Hogere Burger School (HBS)- sekolah setingkat SMA khusus anak-anak Eropa di Jakarta. Salim yang punya nama asli Masyudul Haq ini tetap unggul. Pada akhir studi, ia berhasil keluar sebagai lulusan terbaik di HBS se- Hindia Belanda (Jakarta, Bandung dan Surabaya).
Sebenarnya ia ingin melanjudkan studi kedokteran di Belanda, tapi kandas karena tiada biaya. Berbagai upaya dilakukan, diantaranya mengajukan beasiswa dan persamaan status kewarganegaraan sederajat dengan bangsa Eropa, namun gagal juga. Kabarnya, Kartini pernah mengusahakan beasiswa untuk salim, tetapi juga nihil. Disinilah awal titik balik pada diri Salim mulai muncul. Ia mulai tidak senang kepada Belanda yang menjalankan politik diskriminasi.
Gagal berangkat ke negeri Belanda, Salim kembali ke Riau dan bekerja pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Disini ia bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris. Sebagai lulusan HBS, ia mememang menguasai sejumlah bahasa asing: Belanda, Inggris, Perancis dan Jerman. Untuk pemuda seukuran Salim (21 Th), pekerjaan ini cukup mentereng.
Namun lain bagi kedua orang tuanya. Ada sesuatu yang mencemaskan. Di mata kedua orang tuanya, putra kelima dari lima belas bersaudara itu menunjukan tanda-tanda menyimpang dari nilai-nilai masyarakat ketimuran, lebih-lebih Islam. Bahkan tanda-tanda menyimpang itu sudah dirasakan sejak Salim menempuh pendidikan di HBS. Salim sendiri tidak mengelak. Itu sesuai dengan pengakuan Salim ketika memberi kuliah di Cornell University Amerika Serikat tahun 1953.”Pendidikan HBS telah berhasil menjauhkannya dari Islam “, akunya. Setelah lima tahun di HBS, Salim merasa tidak dapat berpegang kepada salah satu agama apapun secara sungguh-sungguh. Hanya karena keluarganya termasuk taat beribadah, maka dalam berislam seakan-akan ia hanya melanjudkan tradisi. Saat itu ia melihat agama hanya sebagai sesuatu yang dibutuhkan oleh orang yang kurang terdidik kalau tidak, orang bakal memasuki jalan sesat.
Dalam kondisi iman yang labil seperti itu, datanglah tawaran dari pemerintah Hindia Belanda untuk bekerja di Konsulat Belanda di Jedah, Arab Saudi. Atas dorongan orang tuanya, Salim pun berangkat ke Jedah pada tahun 1906 dalam usia 22 tahun. Orang tuanya berharap, selama di Arab Saudi itu, Salim bisa kembali memulihkan imannya Apalagi di sana ada pamannya yang menjadi guru besar sekaligus imam di Masjidil Haram, yakni Syech Ahmad Khatib Al-Minangkabauwi, seorang ulama besar asal Minangkabau yang kini mungkin tidak ada yang dapat menyamai reputasi beliau.
Namun, selain orang tuanya, ternyata Prof Snouck Hurgronje juga berperan besar atas keberangkatan Salim Ke Jeddah itu. Dalam pertemuanya dengan Salim tahun 1906 di Jakarta, orientalis terkenal itu menyarankan Salim agar tidak usah melanjudkan studi kedokteran. “Kerena menjadi dokter itu bayarannya kecil;” ujar Hurgonje yang lantas menawarkan gagasan yang menurudnya lebih baik. Di mata Hurgronje, Salim adalah seorang intelektual muda yang sangat cerdas dan fikirannya tajam serta punya keberanian yang luar niasa untuk ukuran orang melayu. Maka atas anjuran Hurgronje pula pemerintah Hindia Belanda menawarkan pekerjaan di konsulat Jeddah. Disana Salim bertugas sebagai ahli penterjemah dan mengurusi jemaah haji asal Indonesia.
Terkabul harapan orang tua Salim. Disamping bekerja, Salim tekun mendalami Islam kepada Sych Ahmad Khatib, yang juga menjadi gurunya adalah KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU dan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadyah. Saat itu, Syech Ahmad terkenal sebagai salah satu tokoh pembaharu dari manzhab Iman Syafi’i
Sebagai orang yang pernah mendapat gemblengan dari sistim pendidikan barat dan berpengetahuan umum cukup luas, Salim menerima pelajaran dari pamannya dengan sikap kritis. Syech Ahmad meladeni pertanyaan muridnya itu dengan arif dan memberikan jawaban-jawaban yang berbobot. Itulah yang membuat roh Islam menancap kokoh di sanubari Salim. Islam bagi Salim bukan lagi sebagai warisan semata, tetapi sudah dilandasi pemahaman yang mendalam. Ajaran Islam yang memang menentang penindasan atas manusia, apa lagi saat itu Muhammad Abduh, intelektual dari Mesir, sedang gencar-gencarnya melancarkan pembaharuan islam. Gerakan Abduh ini berpengaruh luas di dunia Islam dan membangkitkan negara-negara Islam yang masih banyak dihimpit kaum penjajah.
Salim kembali ke Tanah Air pada 1911. Sempat lima hari bekerja di Kantor Pekerjaan Umum Jakarta, Salim lantas mengundurkan diri dari pegawai pemerintah Hindia Belanda. Ia kemudian kembali ke Kotogadang mendirikan sekolah dasar HIS. Tahun 1915 ia kembali ke Jawa dan tak lama kemudian ia menceburkan diri ke dunia pergerakan lewat Serikat Islam (SI)

Pemberi Cap Islam di SI

Sejak masuk Serikat Islam (SI), peran Salim cukup besar. Bahkan dalam perjalannya, Salim pernah menjadi tangan kanan pimpinan utama SI, yakni HOS Tjokroaminoto. Keduanya punya kelebihan dan kelemahan yang saling melengkapi. Tjokro dikenal sebagai pemimpin yang kharismatik, sedangkan Salim adalah tokoh intelektual Islam yang luas pengetahuanya.
Menurut Derliar Noer, didalam bukunya Gerakan Modern Islam Indonesia, Salimlah yang lebih banyak memberi cap Islam pada SI.”Salim bukan saja yang mengetahui pikiran-pikiran Barat, tetapi dialah pimpinan SI yang paling mengetahui tentang Islam dari sumber aslinya,” tulis Deliar. Berbeda dengan Tjokroaminoto. D.A Ringkes, penasehat Bumiputra yang sering mengadakan perjalanan bersama Tjokroaminoto menilai, “Tjokroaminoto lebih merupakan priayi yang berpaham bebas daripada seorang Islam yang fanatik.”
Peranan Salim di SI sangat menonjol terutama alam merumuskan kebijakan dan strayegi perjuangan organisasi. Hal itu tampak saat ia berusaha membersihkan orang-orang PKI yang mulai menyusup ke tubuh SI. Usaha pembersihan itu terkenal dengan istilah “Disiplin Partai”. Pertentangan PKI dengan Islam di SI sudah mencuat sejak tahun 1917. PKI diwakil Dharsono, dan Semuan dari cabang Semarang, sedang Islam diwakili Agus Salim dan Abdoel Moeis. Sikap Tjokroaminoto sendir tampak kurang tegas terhadap konflik tersebut. Ia lebih mengutamakan persatuan di tubuh SI ketimbang perbedaan yangmenurutnya bukanlah sesuatu yang prinsip. Berbeda dengan Salim. Ia berpendapat masalah PKI sangatlah prinsip, karena menyangkut Kaidah.
Perdebatan sengit antara PKI dengan Salim tak terelakan saat digelar Kongres Luar Biasa SI ke-61 di Surabaya tahun 1921. Dua agenda besar dibahas dalam kongres : masalah disiplin partai dan penegasan asas SI . Soal diazas Salim menyatakan : “ tidak perlu isme-isme yang mengobati penyakit gerakan. Obatnya ada dalam asaz sendiri, asas yang lama dan kekal, yang tidak dapat dimubahkan orang, sunguhpun sedunia telah memusuhi dengan bentuk permusuhan lain. Asas itu adalah Islam.”
Dalam hal PKI, Salim meminta Kongres mengeluarkannya dari SI. Sambil mengutip ayat Al-Qur’an, salim menegaskan, “Di dalam Al-Quran terkandung perintah yang melarang kita bersaudara, yaitu berikatan lahir batin dengan orang yang tidak sama berkeyakinan dengan kita. Karena meraka akan selalu menjerumuskan kita dan mereka suka bila kita tertimpa bencana.”
Menanggapi Salim, semua menjawab bahwa SI perlu taktik yang lebih luas. Selama ini, katanya SI hanya mampu mengumpulkan orang Islam saja buat bekerjasama-sam membela hak rakyat. Padahal, selain Islam masih ada orang lain yang jumlahnya tidak sedikit. “PKI sudah nyata bisa membawa orang-orang Ambon, Manado, dan lain-lain rakya Hindia yang tidak beragama Islam. Bilangan mereka tidak sedikit, pengaruhnya harus pula dihargai . Disini PKI sudah membuktikan taktiknya, bekerjasama dengan orang Kristen guna keperluan rakyat.”
Akan tetapi, semua argumentasi dalam pembelaan Semaun dapat dipatahkan salim dan Moeis. Dalam kongres itu salim telah menunjukan dirinya sebagai pemimpin Islam yang tangguh, yang tidak saja menguasai ilmu-ilmu Islam, melinkan juga pemikiran-pemikiran Barat seperti Komunisme.Sehingga argumentasi Salim dalam perdebatannya dengan golongan Komunis sangat tajam. Kongres akhirnya mesahkan keputusan disiplin partai dan Islam sebagai asas SI. Akibatnya PKI harus keluar dai SI. Tak lama kemudian, Salaun dan Darsono,membentuk SI sendiri yang dikenal dengan sebutan “ SI Merah”.
Tahun 1934 Tjokroaminoto meninggan dunia. Salim menggantikannya sebagai ketua umum SI.Setelah itu peran Salim di SI surut, seiring dengan konfliknya dengan Aboekosno.Pokok utamanya adalah garis partai. Salim mengusulkan agar garis kebijaksanaan SI dirubah,dari non kooperatif menjadi kooperatif. Pertimbangannya ,demi menyelamatkan SI sendiri.Soalnya pada tahun – tahun itu sudah mulai bertinadak keras, terhadap pihak – pihak penentangnya.Tetapi karena usulannya itu Salim disingkirkan Aboekosno dari SI.
Tahun 1936, Salim bersama Sangadji membentuk Barisan Penyadar. Setelah pertai Masyumi muncul pasca kemerdekasan saling bergabung dengan partai politik terbesar yang pernah dimiliki umat Islam Indonesia itu.
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953, ia mengarang buku dengan judul “ Bagaimana Takdir, Tawaqal dan Tauhid harus dipahamkan ?”. Yang lalu diperbaiki menjadi keterangan filsafat tentang Tauhid, Takdir dan Tawaqal.
Salim meninggal dunia pada 4 November 1954 pada usia 70 tahun di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta dan mendapat gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional tahun 1961. Salim meninggalkan 7 anak dan seorang istri bernama Zainatun Nahar Almatsier.

Diceritakan kembal oleh HI, dari Titian Kaba 02/10/06 ( FZ/tk dan berbagai sumber)

Kotogadang di pasimpangan jalan

oleh : JO St. Lembang Alam.

Surat Terbuka

Kepada yth Niniak Mamak Panghulu nan XXIV

Perihal: Kotogadang di pasimpangan jalan
Sebuah pemikiran untuk memrealisasikan “Adaik basandikan Syarak dan Syarak basandikan Kitabullah”

Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamualaikum warahmathullaahi wabaraqaatuh

Manyambah ambo angku datuak.
Walaupun angku2 datuak sajo nan ambo sambah sarapek papeknyo tuangku , cadiak pandai , wali nagari dan seluruh warga dunsanak anak nagari Kotogadang ambo muliakan.

Samo samo awak maliek jo mato kapalo dan hati nan tarenyuah, alah diturunkan Tuhan musibah dinagari awak yang telah memporak porandakan Masdjid di Tapi dan rumah dunsanak nan lain. Semoga musibah ini akan merupakan peringatan untuak awak sadonyo dan meyakini bahwa Tuhan tidak menciptakan sesuatu yang tidak ada manfaatnyo. Baitu pulo kajadian dinagari awak kalau awak cermati dengan keimanan kita, tentu ado makna nan takanduang didalamnyo. Marilah awak mancaliak baliak kabalakang apo sajo nan awak karajokan sampai2 Tuhan menghancurkan sebagian musajik awak, tapi Tuhan masih maninggakan kubah utamonyo. Apakah ini tidak berarti bahwa Tuhan melihat bahwa tidak ada gunanya lagi kita memiliki masjid yang gadang tapi langang. Tuhan maninggakan kubah utamonyo mungkin ada mukasuiknyo karena Tuhan masih menyayangi masjid kita itu karena masih ada ummatnya yang masih mau meluangkan waktunya yang banyak luangnyo (maklum iduik di kampuang) untuk melakukan shalat bajamaah dan mandangakan ceramah agama sekali sekali di musajik ko. Untuk mereka ini yang masih taat meramaikan mesjid di Tapi ditinggalkan bagian yang utama dari mesjid untuk melaksanakan rutinitas shalat yang merupakan tiang agama kita dan ceramah agama untuk menguatkan keimanan kito.

Apakah kita akan menerima peringatan Tuhan ini tetapi dan “tidak” akan merobah cara kita menjalankan perintah agama kita untuk meramaikan mesjid????

Kalau jawabannya YA untuk pertanyaan ini, maka saya minta Niniak mamak Panhulu Nan XXIV untuk melihat kembali kesepakatan datuak datuak yang ambo danga akan mamintak anak kamanakan untuk membangun kembali masjid kita yang rusak itu. Alangkah berdosanya kita semua karena perbuatan kita membangun mesjid tidak diiringi dengan tujuan untuk menegakkan kembali syiar agama dikampung kita yang kelihatannya sudah mulai suram, tetapi hanya untuk menunjukkan kehebatan kita yang bersifat duniawi dengan memperlihatkan kepada orang lain Kotogadang telah berhasil membangun kembali mesjid dikampungnya yang merupakan warisan dari orang2 tua kita terdahulu.. Satu sifat ummatnya yang sangat tidak disukai oleh Tuhan. Jadi sekali lagi janganlah kita bangun kembali mesjid itu yang akan makin memperlihatkan sifat sifat kita yang kufur nikmat. Ya Tuhan ampunilah kami dan jauhkanlah kami dari sifat sifat dan perbuatan yang tidak engkau sukai ini. Amin.

Tapi kalau jawaban pertanyaan diatas tadi “TIDAK” yang berarti kita tidak akan mengulangi kelalaian dan kesalahan kita yang lalu, maka marilah kita bersama sama untuk meminta ridha dan hidayah dari Tuhan. Kita gerakkan segala dana dan daya yang kita miliki dengan prinsip ringan sama dijinjiang kok barek samo dipikua.untuk segera membangun kembali rumah Tuhan mesjid kita di Tapi yang sudah dirusakNYA karena sifat kita yang sudah menzalimi rumahNYA itu. Marilah kita minta ampun kepadaNYA dan berjanji untuk memenuhi perintahNYA menggunakan mesjid tempat shalat berjamah. dan pusat syiarnya agama kita. Semoga Tuhan membuka pintu taubatnya untuk kita semua; dan menerima amal shalih kita yang akan diganjariNYA dengan syurga seperti yang telah dijanjikanNYA berkali-kali didalam Al Quran.

Angku datuak,tuanku,cadiak pandai,walinagari dan dunsanak sadonyo.
Kalau lah bulek hati awak untuak membangun kembali mesjid di Tapi sebagai pusat peribadatan dan syiarnya agama Islam dikampuang, ambo susun jari nan sapuluah jo kapalo nan ditunduakkan dan bukan mukasuik untuak balagak tau, ambo minta diizinkan untuak manyampaikan nan takalang dimato taraso diati sehubungan dengan pembangunan mental spiritual dan adaik istiadaik dinagari Kotogadang.

Jauh sebelum musibah menimpa nagari awak, sadonyo awak alah tau baraso di Kotogadang bulan Juli nan akan datang akan diadokan alek anak nagari untuk malewakan gala Datuak Cumano jo Datuak Bagindo Kalii. Tapi Tuhan berkehendak lain, alun takarajokan niaik baik untuk baralek gadang tu, Beliau menurunkan musibah dengan merusak rumah rumah anak nagari dan rumah NYA sendiri.

Sekarang kita dihadapkan kepada pilihan bagaimana kita harus menyikapi keadaan ini. Apakah kita akan teruskan rencana dibulan Juli yang akan datang itu dan secepatnya membangun kembali mesjid kebanggaan kita di Tapi sehingga tidak ada lagi kesan kehancuran yang tidak/belum terbenahi pada waktu acara baralek gadang nanti. Atau pilihan kedua tetap menjalankan keduanya walaupun nanti bulan July yang kan datang dimana anak nagari belum sempat menyelesaikan tugas membangun kembali Kotogadang terutama mesjid yang rusak.
Pilihan yang pertama tentu sangat baik, tetapi mungkin tidak bisa dilaksanakan, dimana rasanya waktunya sangat sempit dan pendanaan yang belum jelas untuk membenahi kerusakan yang terjadi dikampung kita sampai July nanti.
Pilihan kedua mungkin bisa dilaksanakan. Tapi apakah mungkin kita baralek dalam keadaan kampung kita masih belum kembali seperti semula kalau tidak mau dikatakan masih berantakan.

Sebagai seorang yang sering berandai andai dan tetap berpikia praktis dan pragmatis saya memilih pilihan pertama yang dimodifikasi sehingga dengan sekali mendayung biduak, duo pulau bisa dilewati. Baanyo angku datuak kok dana nan alah ado didunsanak awak yang kabatagak datuak tu disumbangkannyo sajo kanagari untu membangun mesjid dan memperbaiki kerusakan lain yang mungkin memerlukan perbaikan. Untuak itu saya juga minta kerelaan dari anak kamanakan datuak Ciumano dan datuak Bagindo Kali untuk menghibahkan dana mereka ini ke nagari.
Tapi sebagai imbalannya pulang kapado angku datuak niniak mamak panghulu nan duo puluah ampek. Baanyo kalau bulan Juli nanti niaik mereka untuak malewakan datuaknyo dan mengadakan alek nagari mereka indak mamotong kabau doh tapi dilewakan di Tapi bersamaan dengan presmian pemakaian masjid di Tapi yang telah selesai dipugar/diperbaiki yang dikelola oleh Wali nagari dan seluruh anak nagari Kotogadang.
Seperti kata pepatah awak “kok gadang aia tapian dipindahkan”. Kok paralu untuk mengenang kepedulian anak kamanakan datuak Cumano dan datuak Bagindo Kali dan kebijaksanaan dari Niniak Mamak Pangulu nan Duopuluah Ampek seperti diatas, maka kepada kedua datuak ini ditambahkan satu kata “Gampo” dibelakang gelar mereka yang sekarang ini. Sehingga kedua datuk ini akan bergelar Dt.Cumano nan Gampo” dan “Dt. Bagindo Kali nan Gampo, yang akan mengingatkan kita semua kepada suasana pada waktu mereka malewakan gala pasukuan mereka ka anak nagari.
Kapado dunsanak anak kamanakan Dt. Cumano dan Dt. Bagindo Kali ambo minta kebesaran jiwa dunsanak sadonyo untuk menerima gala “datuak indak bakabau” yang mungkin akan taloncek dari muluik orang orang bersifat ria. Percaya dunsanak kebesaran kaum dunsanak disisi Allah tidak diukur dengan rebahnya kabau babunyinyo aguang, tapi dari keikhlasan dunsanak dalam menjalankan perintahNYA dan menjaga silaturrahmi dengan mengenyampingkan kepentingan kaum..

Sakitu nyoh nan kaambo sampaikan kapado angku datuak, tuangku jo cadiak pandai sarato Walinagari jo anak nagarinyo. Pulang kapado nan bakuaso kok lai atau indak kamanarimo buah pikiran yang mungkin akan dianggap agak berbau reformasi ini.

Kok ado nan salah itu datangnyo dari ambo dan untuk itu ambo minta maaf, kok nan bana itu datangnyo dari Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, dan marilah kita tidak bosan2nya mengucapkan syukur kepadaNYA. Alhamdulillaahirabbil alamiin.

KepadaNYA kita pulangkan semuanya.
Lahaulawala Quwwata illa billa hal aliyyil aziim.

Wassalamualaikum wr.wb.

Gempa Padang Dipicu Pergerakan Segmen Singkarak

JAKARTA, KCM – Gempa besar yang mengguncang Padang dan sekitarnya hari ini dipicu pelepasan energi di patahan Sumatera (sesar Semangko) yang melalui segmen Singkarak. Demikian disampaikan Dr. Danny Hilman Natawijaya, ahli gempa dari lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

“Gempa terjadi di darat pada patahan Sumatera, segmen yang bergerak di Singkarak,” ujar Danny, saat dihubungi KCM melalui telepon, Selasa (6/3). Di wilayah tersebut memang sudah lama tidak terjadi gempa besar sehingga kemungkinan baru dilepaskan energinya sekarang.

Ia menambahkan, patahan Sumatera yang memanjang di sepanjang Pulau Sumatera bergerak sekitar 1 centimeter setiap tahun akibat desakan lempeng Indo Australia kepada lempeng Eurasia. Bagian barat bergerak ke selatan dan bagian timur bergerak ke utara. Jika lama tak terjadi gempa besar, artinya sedang terjadi pengumpulan energi di patahan.

Sementara itu, sudah 60 tahunan tidak terjadi gempa besar di segmen Singkarak yang meliputi wilayah di sekitar Danau Singkarak, Sumatera Barat. Menurutnya, gempa besar sebelumnya terjadi tahun 1926 dan 1943. “Segmen di sana sudah bergerak sekitar 60 centimeter sehingga cukup kuat untuk memicu gempa sebesar itu,” tandasnya.

Menurutnya dua gempa yang terjadi tadi pagi, masing-masing 5,8 SR pada pukul 10.49 WIB dan 5,9 SR pada pukul 12.51 WIB merupakan puncak gempa di segmen tersebut. Gempa-gempa susulan dengan kekuatan lebih kecil diperkirakan masih akan terus terjadi.

Penulis: Wah

Sumber: Kompas

PP 84/99 Bisa Berimbas Pemekaran

Lubukbasung, Padek–Polemik rencana pelaksanaan PP 84 tahun 1999 tentang perluasan Kota Bukittinggi yang mengambil wilayah potensial Kabupaten Agam kian menghangat. Pemerintah pusat melalui Mendagri meminta Kabupaten Agam bersikap dalam waktu sepekan dan segera melaporkannya ke Depdagri.

Sumber Padang Ekspres di Depdagri menyebutkan, hasil pertemuan Bupati Agam Aristo Munandar dan Wali Kota Bukittinggi Djufri dengan Dirjen PUM Depdagri disebutkan, Agam diberi tenggat waktu sepekan untuk ”menuntaskan” polemik itu di tingkat daerah dan melaporkan hasil keputusannya ke Mendagri, agar PP 84/99 itu bisa segera dilaksanakan. Disebutkan sumber Padang Ekspres, PP 84/99 sendiri, ditekankan harus dilaksanakan, bahkan hal itu menjadi salah satu bahasan khusus dalam rapat koordinasi gubernur se-Indonesia di Surabaya beberapa waktu lalu. Malahan hal itu juga menjadi agenda bahasan khusus dalam pertemuan segitiga yang dilakukan Ditjen PUM, Bupati Agam dan Wako Bukittinggi, Senin (18/2) lalu.

Tiga ketua fraksi di DPRD Agam, seperti Arman J Piliang, Ketua Fraksi Golkar, Syafruddin Ketua Fraksi PKS dan Zulpardi Ketua Fraksi PAN secara tegas menentang pelaksanaan PP 84/99 tersebut. Ditegaskannya, sikap DPRD Agam bersama mayoritas masyarakat Agam sudah jelas dan tegas, menolak pelaksanaan PP 84/99. Bahkan sudah ada opsi lain yang diajukan masyarakat dengan pembentukan Kabupaten Agam Tuo. Dalam artian untuk mengatasi kebuntuan masalah PP 84/99 tersebut, harus dilakukan pemekaran Kabupaten Agam. Hal itu tegas Arman J Piliang, sudah disampaikan ke berbagai pihak termasuk pemerintah pusat, di mana sebutnya masyarakat sudah jenuh dengan pertentangan dan pro-kontra yang nyaris bermuara pada tindakan anarkis.

”Kami berupaya meredam hal itu dengan menyampaikan aspirasi masyarakat ke berbagai lembaga negara. Mestinya hal itu menjadi catatan penting dan diharapkan pemerintah pusat menyikapi hal itu,” tegas Arman. Hal senada diungkap Syafruddin yang meminta pemerintah pusat bersikap arif, dengan merealisasikan aspirasi masyarakat Agam. Sikap Agam jelas menolak pelaksanaan PP 84/99. ”Kita berharap opsi pemekaran daerah menjadi salah satu solusi strategis dalam mengatasi polemik rencana perluasan wilayah Kota Bukittinggi itu. Kita mengantisipasi terjadinya gejolak di tengah masyarakat,” tukas Syafruddin. Di sisi lain Zulpardi, Ketua Fraksi PAN menegaskan, pihaknya berpegang pada aspirasi masyarakat. Warga menyampaikan aspirasi penolakan terhadap PP 84/99 dan itu sudah diputuskan DPRD Agam.

”Sikap dewan sudah final,” ujarnya. Solusi pemekaran, sangat efektif untuk mengatasi kemelut yang terjadi dan diharapkan, pemerintah pusat bisa menganalisa lebih dalam sehingga pro-kontra bisa diatasi dengan elegan. Informasi yang diperoleh Padang Ekspres, pemerintah pusat menjadikan PP 84-1999 salah satu agenda penting yang harus dilaksanakan, mengingat keputusan pemerintah tersebut cukup lama terkatung-katung tanpa arah yang jelas. (*)

Sumber : Padang Ekspres

Berita Duka

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun

Telang berpulang ke sisi Allah SWT, Rky Sjahilma binti Sjafrin Dt. Putih suku Guci a.k. Dt. Malekewi. Almarhumah wafat pada hari Kamis 11 Januari 2007 di Jakarta. Jenazah dibawa ke Kotogadang dan di makamkan pada hari Jumat 12 Januari 2007 di pusaro kaum Dt. Malekewi. Keluarga yang ditinggalkan mohon maaf atas kesalahan & kekhilafan almarhumah semasa hidupnya.