Category Archives: Kawasan Pusaka

Kawasan Pusaka

Menuju Pelestarian Kawasan Pusaka Nagari Kotogadang

1. Pelestarian Kawasan Pusaka

Pengertian pelestarian atau konservasi, dari kata conservation, sebagai suatu upaya untuk mempertahankan tetapi sekaligus dapat menerima adanya perubahan. Pelestarian adalah upaya untuk menjaga kesinambungan yang menerima perubahan dan/atau pembangunan. Hal ini bertujuan untuk tetap memelihara identitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untuk memenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik. Perubahan yang dimaksud bukanlah perubahan yang terjadi secara drastis, namun perubahan secara alami dan terseleksi. Kegiatan pelestarian ini bisa berbentuk pembangunan atau pengembangan dan melakukan upaya preservasi, restorasi, replikasi, rekonstruksi, revitalisasi, dan/atau penggunaan untuk fungsi baru suatu aset masa lalu. Dan perlu ditekankan bahwa pelestarian merupakan pula upaya mengelola perubahan, untuk kemudian menciptakan pusaka masa mendatang.

2. Pelestarian Kawasan Pusaka sebagai Total System of Heritage Conservation

Ketika dunia dilanda indoktrinasi tentang Pembangunan Berkelanjutan, kita di Indonesia sepertinya tidak punya pilihan dan nyaris tidak punya kontribusi apa-apa bagi pengembangan konsep yang lebih bercirikan lokal. Pada hal, manusia di Nusantara merupakan mahkluk yang dibesarkan oleh alam. Di Minangkabau, pembangunan berkelanjutan telah mendarah daging dalam pandangan hidup Alam Takambang Dijadikan Guru.

Pembangunan yang berorientasi kepada fisik saja, digarap secara sektoral, diputuskan secara topdown, dan melihat lingkungan sebagai variabel saja, mengakibatkan keharmonisan manusia dan lingkungan menjadi kehilangan keseimbangan, yang dengan mudah dapat dilihat dan ditanggungkan oleh kita semua sekarang ini. Kerusakan dan pencemaran lingkungan, hilangnya budaya tempatan dan hanyut dengan rayuan globalisasi, degradasi moral dan budaya, dan banyak lagi akibat yang tak tertanggungkan, mengakibatkan kita tidak lagi nyaman dan merdeka hidup di tanah leluhur sendiri. Kampung-kampung dan nagari-nagari kita tidak lagi menjadi sumber kemakmuran bagi masyarakatnya. Bahkan kita mudah melihat kantong-kantong kemiskinan dan kehidupan yang tidak bergairan dan tidak bermotivasi, dan lengang dari penduduk usia produktif. Sepertinya kita tidak punya rencana apa-apa untuk merespon kondisi yang memprihatinkan ini. Kalau adapun niat dan gagasan, tidak jarang hanya menjadi kebutuhan seremonial dan akhirnya hanya akan menjadi mimpi belaka.

Konsep pelestarian kawasan pusaka adalah sebuah gagasan yang baru tumbuh dan berkembang atas pengamatan dan pembelajaran dari berbagai tempat, yang kemudian disesuaikan dengan keberagaman dan potensi masyarakat tempatan di Indonesia. Konsep ini memandang perlunya sebuah kegiatan yang menyeluruh dari bentuk pelestarian atau sebuah total sistem pelestarian pusaka. Sehingga alam merupakan variabel utama pembangunan, yang tidak terpisahkan dari kegiatan berbudaya, dan bahkan cenderung melihat secara bersamaan atau yang disebut sebagai pusaka gabungan alam dan budaya yaitu pusaka saujana atau cultural lanscape.

3. Mengapa dan Apa Gunanya Menjadi Kawasan Pusaka

Mengapa pelestarian kawasan pusaka harus dilakukan ? Beberapa jawaban di bawah ini setidaknya dapat memberikan gambaran, sebagai berikut:

    • Sebagai sebuah bentuk kesepakatan bersama anak nagari, tentang mau di apakan dan di bawa kemana nagari ini.
    • Sebagai sebuah dasar pijak atau acuan bagi pembangunan di segala bidang atau penataan komprehensif multi sektoral pembangunan di Nagari
    • Sebagai sebuah strategi untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk mempertahankan dan melestarikan pusaka yang telah ada.
    • Sebagai sebuah pilihan utama anak nagari untuk dalam merespon dan menolak tawaran program pembangunan dari luar.

Apa gunanya:

    • Menggugah kesadaran anak nagari akan kekayaan pusaka yang mereka miliki.
    • Menggali potensi dan kekayaan pusaka nagari.
    • Membuat anak nagari menjadi mandiri dan kreatif serta menjadi pusat orientasi pembangunan.
    • Mendapatkan sistem pengelolaan pembangunan yang berkelanjutan dan berkesinambungan, serta menyeluruh.
    • Meningkatkan kualitas lingkungan dan kesejahteraan masyarakat melalui usaha-usaha peningkatan ekonomi.
    • Menciptakan sebuah simpul dari jaringan multi sektoral dan multi disiplin ilmu ditingkat lokal, nasional dan internasional.

4. Potensi dan Kendala Pusaka di Kotogadang

Nagari Kotogadang merupakan sebuah permukiman yang dibentuk oleh potensi dan keterbatasan daya dukung lahan. Dari nagari ini kita bisa belajar bagaimana potensi lahan di siasati dan kemudian membentuk sebuah wadah yang nyaman untuk ditinggali. Susunan pohon bambu melingkupi kawasan permukiman sebagai perlindungan dari angin dan perkuatan daerah tebing. Sawah berkembang di daerah tangkapan air, dan tanaman keras dibudidayakan di kawasan yang lebih tinggi. Kita selalu bertanya-tanya, mengapa pemandangan ke arah Gunung Singgalang dari arah jalan utama dapat dinikmati dengan baik. Apakah ini suatu kebetulan atau memang strategi konservasi kawasan produktif. Semua itu merupakan cerminan dari berguru kepada alam.

Bentuk dan ruang yang tercipta dari tatanan massa dan bentuk bangunan, memberikan atmosfir dan daya visual yang memikat. Bentuk limas atap bangunan yang lancip dan menjulang dengan badan bangunan warna terang dan masif, kontras seting lingkungan yang dominan horizontal, membuat paduan pusaka budaya dan alam ini sangat harmonis. Suasana nyaman didukung oleh keserasian bangunan akibat adanya karakter bangunan yang khas pada kawasan ini. Ruang-ruang antar bangunan mengalir dengan baik dan menciptakan ruang publik yang nyaman bebas dari kesan individual.

Kalau berjalan kaki menelusuri ruang-ruang antara bangunan itu, akan ditangkap vista yang mengalir serta ruang-ruang yang sering mempunyai kejutan, sehingga pengamat akan disuguhkan pengalaman ruang yang kaya. Pengalaman yang kaya itu dilengkapi pula oleh udara yang segar, suhu yang nyaman, serta pemandangan alam yang indah. Komposisi kekayaan pusaka ini merupakan paduan yang ideal apabila dilengkapi oleh aktivitas anak nagari yang dapat memberikan dinamika khas sebuah kawasan pusaka.

Pengalaman ruang akan diperkaya lagi, jika kita melihat lebih detil setiap bangunan yang ada. Diperkirakan Koto Gadang merupakan kompleks perumahan modern pertama yang dibangun di awal abad ke-20, yang jarang kita temui di negeri lain di Minangkabau, setidaknya dilihat dari sifatnya yang kolosal dan melingkupi lahan yang cukup luas. Keunikan ini tidak saja dilihat dari adukkan detil bangunan yang ada, pemakaian material serta memakai teknologi yang sangat maju pada saat itu. Demikian pula jika lihat dari furniture serta kelengkapan rumah yang terkesan mempunyai nilai cita rasa yang tidak rendah. Mungkin tidak ada bangunan yang benar-benar mirip, namun pengetahuan umum pada saat itu sudah mampu menciptakan tatanan lingkungan binaan yang harmonis satu sama lain.

Belum diketahui secara pasti sejak kapan proses degradasi lingkungan mulai terjadi. Dan apakah ini juga bersamaan terjadi dengan maraknya tradisi merantau, yang sulit dibedakan dengan keinginan mencari peruntungan di tanah seberang yang lebih menjanjikan. Atau apakah pada saat itu, nagari yang indah permai ini mulai tidak lagi menjanjikan kemakmuran.

Data sementara mengatakan bahwa tidak lebih dari 20% anak nagari yang tinggal di Koto Gadang. Data ini menguatkan bahwa penduduk usia produktif sangat sedikit. Kondisi ini mengimplikasikan tingkat produktivitas yang rendah di nagari, potensi nagari tidak tergarap dengan baik. Ini berlanjut dengan mulai terjadinya degradasi lingkungan dan nilai-nilai luhur yang pernah ada, yang disebabkan oleh nyaris berhentinya apresisasi budaya di kawasan ini.

Secara fisik degradasi lingkungan dapat terlihat dengan terjadinya sub-divisi bangunan, pembangunan pagar dan privatisasi lahan komunal, kapling lahan yang semakin kecil, perawatan rumah yang rendah, serta pertemuan bangunan lama dan baru kurang baik. Pada lingkungan alami terjadi kecenderungan berkurangnya daerah resapan air, konversi lahan pertanian, meningkatnya kepadatan bangunan, penebangan liar pohon, hasil pertanian yang menurun serta peningkatan pemakaian pestisida. Salah satu masalah utama adalah semakin berkurangnya suplai sumber air bersih akibat berkurangnya sumber dan tingkat pemakaian yang semakin tinggi.

5. Kawasan Pusaka: Merajut ‚Sejarah’ Masa Depan

Dari uraian sebelumnya dapat dipahami bahwa sebenarnya pengelolaan pelestarian kawasan pusaka adalah menimbang masa lalu dan merajut masa depan. Dua perkerjaan yang harus dilakukan sekaligus. Tidak mudah mencapai tujuan yang kadang kontradiktif sekaligus paradoks, namun mau tidak mau, suka atau tidak suka, anak nagari harus melakukan sesuatu agar nagari tidak terus mengalami degradasi lingkungan. Sementara itu, ancaman dan peluang dari kawasan di sekitarnya terus meningkat dan pilihan-pilihan pembangunan selalu datang dengan cepat tanpa sempat di respon dengan baik. Alangkah memprihatikannya apabila pilihan-pilihan tersebut tidak datang dari anak nagari, tetapi diputuskan oleh orang lain.

Wass.

Konsep Perencanaan Kembali Ke Nagari

I. PEMAHAMAN KEMBALI KE NAGARI

  1. Tema bahasan “Kembali ka Nagari” dalam tulisan ini dipahami sebagai gagasan (original ide) untuk memposisikan nagari dalam ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai daerah yang disebut Daerah Istimewa, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945, jo penjelasannya.
  2. Pasal 18 UUD 1945 menetapkan :
    • Pembahagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,
      dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingati :

      • dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan
      • hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
    • Penjelasan pasal 18 UUD 1945 butir II menjelaskan :
      • dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende landschappen dan
        Volksgemeenschappen, seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya.
      • Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
      • Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah istimewa tersebut dan
      • Segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
  3. Konsideran UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menegaskan bahwa UU No.
    5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan
    Pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan perlunya mengakui dan menghormati hak-hak asal-usul
    daerah yang bersifat istimewa (vide butir 2 di atas).
  4. Nagari di Sumatera Barat adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki
    kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat hukum adat setempat
    berdasarkan susunan asli dan hak-hak asal-usul nagari yang diakui oleh sistem Pemerintahan
    Nasional dan berada di daerah Kabupaten (vide UU No. 28 pasal 1 ayat o).Bahwa sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah ; guna lebih dapat mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

    Daerah Otonom sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat hukum Daerah Otonom menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyrakat dalam ikatan Negara Republik Indonesia (vide pasal 1 (i) UU No. 22/1999).

    Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama serta kewenangan bidang lain (vide pasal 7 ayat 1).

    Kewenangan bidang lain, sebagaimana termaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dan perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional (vide pasal 7 ayat 2).

  1. Pembentukan Nagari di Sumatera Barat setelah dicabutnya UU No. 5/1999 tentang
    Pemerintahan Desa dan menjadi penyebab terpecahnya sebahagian Nagari menjadi Desa
    sebagai wilayah administrasi, maka pembentukan Nagari merujuk kepada ketentuan Pasal 93 UU No. 22/1999 yang mengatur :

    1. Nagari dapat dibentuk, dihapus, dan atau digabung dengan memperhatikan asal-usul nagari atas prakarsa masyarakat Nagari dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
    2. Pembentukan, penghapusan dan / atau penggabungan desa (beberapa desa menjadi nagari) sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten.
  1. Di Nagari dibentuk Pemerintahan Nagari dan Badan Perwakilan Nagari yang merupakan Pemerintahan Nagari.
    Kewenangan Nagari diatur dalam Pasal 99 UU No. 22/1999 mencakup :

    1. kewenangan yang sudah ada berdasarkan asal-usul Nagari
    2. kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah atau Pemerintah
    3. tugas Perbantuan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan / atau Pemerintah Kabupaten.

Pasal 100 UU No. 22/1999 mengatur : Tugas Perbantuan dari Pemerintah Provinsi, dan / atau Pemerintah Kabupaten kepada Nagari disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.

Dalam penjelasan pasal 100 undang-undang tersebut ditegaskan bahwa Pemerintah Nagari berhak menolak tugas perbantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.

  1. “Kembali ke Nagari” dipahami sebagai suatu proses membangun pemikiran, sikap dan tindakan bertitik tolak dari ketentuan undang-undang yang telah diuraikan diatas yang dapat mengantarkan kemandirian Nagari sebagai Daerah Istimewa dengan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan dalam memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan anak nagari sehingga mampu membangun usaha guna memasuki persaingan pasar pada skala lokal, domestik dan regional menuju era global.

II. KERANGKA PEMIKIRAN

 

  1. Pemahaman kembali ke Nagari sebagai proses membangun pemikiran, sikap dan tindakan secara terencana dengan paradigma baru berangkat dari filosofi otonomi daerah dan nagari sebagai Daerah Istimewa yang berakar pada Rumah Gadang (kaum) sebagai titik sentral lintas kehidupan membangun kecerdasan, hubungan sosial kekerabatan dan kesejahteraan anak kemenakan (anak nagari).
  2. Pemahaman otonomi daerah dan otonomi Nagari sebagai Daerah Istimewa mendorong terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan kewenangan yang secara implisit mengandung tanggung jawab dan fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan paradigma dimaksud antara lain terlihat dalam :
    1. Beralihnya tanggung jawab Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom Kabupaten (vide psl 7 ayat 1.2 UU No. 22/1999) yang selanjutnya harus diimplementasikan sebagai kewenangan Nagari sebagaimana dimaksud dalam pasal 99.
    2. Konsekuensinya, perencanaan pembangunan sebelum adanya undang-undang tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat dengan sistem sentralisasi (top-down), beralih menjadi sistem perencanaan dari bawah (bottom-up) berdasarkan aspirasi rakyat.
    3. Sistem perencanaan sektoral harus diganti dengan sistem perencanaan holistic (menyeluruh dan terpadu) dalam ruang lingkup Nagari sebagai satu kesatuan msyarakat hukum adat, satu kesatuan wilayah (ulayat) dan kesatuan sistem hukum adat.
    4. Proses pembangunan sebelumnya digerakkan dengan anggaran pembangunan yang sebahagian berasal dari hutang luar negeri melalui Pemerintah Pusat beralih menjadi proses pembangunan yang digerakkan dengan potensi yang ada di nagari dengan menempatkan Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator.
    5. Pada era sebelumnya aktor pembangunan adalah pemerintah, dan rakyat dituntut berpartisipasi terhadap kebijakan pemerintah dalam pembangunan beralih menjadi peran rakyat sebagai pelaku ekonomi menjadi aktor dalam pembangunan dan menuntut pemerintah berpartisipasi mendukung aktivitas rakyat sebagai pelaku ekonomi, pelaku pembangunan sosial kemasyarakatan dan pemegang kedaulatan dalam sistem demokrasi.
  3. Guna dapat membangun sistem penyelenggaraan pemerintahan dalam mewujudkan kewenangan dan tanggung jawab Pemerintahan Nagari sebagai Daerah Istimewa dalam proses link dan match dengan sistem penyelenggaraan kewenangan dan tanggung jawab Daerah Otonom Kabupaten, perlu digali substansi kewenangan dan tanggung jawab tersebut didukung dengan sistem pendataan yang mampu menjelaskan performen masa lampau, performen saat ini dan prediksi masa depan, serta didukung sistem informasi dengan teknologi digital dan metoda yang selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dan bermanfaat.

 

Wass,

Kotogadang, April 2006

Staf Ahli Walinagari

 

Konsep Pelestarian

Upaya untuk menjaga kesinambungan yang menerima perubahan dan/atau pembangunan.

Bertujuan untuk tetap menjaga identitas dan sumber daya lingkungan dan mengembangkan beberapa aspeknya untukmemenuhi kebutuhan modern dan kualitas hidup yang lebih baik.

Perubahan yang dimaksud bukanlah terjadi secara drastis,namun perubahan secara alami dan terseleksi.

Pelestarian merupakan pula upaya mengelola perubahan, dan kemudian menciptakan pusaka masa mendatang.

Tujuan Program

Membangun kepedulian banyak pihak dalam pelestarian pusaka

Menjadi acuan perancanaan dan pengelolaan pelestarian secara berkesinambungan dan menyeluruh.

Menjembatani kolaborasi lintas sektor, bidang ilmu dan keahlian yang diperlukan dalam pelestarian.

Mendorong kemandirian bagi masyarakat untuk mampu mengelola kekayaan alam dan budayanya.

Meningkatkan kualitas lingkungan kawasan bersejarah dan pendapatan masyarakat.

Sepuluh Prinsip Program Pelestarian (PP) Kawasan Pusaka :

Menyeluruh
Kemandirian (people centered management)
Proses bola salju dan berkelanjutan
Mengakar
Berorientasi pada kegiatan aksi, partisipatori, promosi dan kolaborasi
Inovatif mengolah aset
Bertumpu pada ekonomi lingkungan
Mengelola perubahan
Mementingkan kualitas
Kemitraan publik